Senin 21 Dec 2020 19:25 WIB

Lapan: Waktu Sholat Subuh tak Perlu Dikoreksi

Waktu subuh sesuai kriteria yakni posisi matahari berada pada minus 20 derajat

Rep: Rossi Handayani/ Red: Esthi Maharani
Ilustrasi Sholat. (Republika/ Prayogi )
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Sholat. (Republika/ Prayogi )

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin mengatakan, waktu subuh yang digunakan saat ini sudah tepat dan sesuai kriteria yakni posisi matahari berada pada minus 20 derajat.

"Jadi, umat tidak perlu bimbang. Kriteria subuh pada posisi matahari minus 20 derajat sudah benar, tidak perlu dikoreksi," kata Thomas pada Senin (21/12).

Dia mengatakan, ibadah dapat didasarkan pada keyakinan masing-masing. Selama ini yang diyakini yakni subuh pada saat posisi matahari minus 20 derajat.

"Ketika ada keraguan, Tim Kemenag (Kementerian Agama) melakukan pengamatan di Labuan Bajo menggunakan alat SQM (Sky Quality Meter) dan Kamera DSLR (Digital Single Lens Reflex) dan diperoleh hasil pada posisi matahari minus 20 telah dijumpai cahaya fajar," ucapnya.

Thomas melanjutkan, data dari Tim NU di Banyuwangi juga mendapati pada posisi matahari minus 20 derajat fajar juga terdeteksi. Berdasarkan hal ini maka kriteria subuh tersebut tidak perlu dikoreksi.

Sementara itu, putusan munas tarjih ke-31 Muhammadiyah salah satunya dengan memberikan koreksi waktu subuh untuk Indonesia dari yang semula posisi matahari di ketinggian minus 20 derajat menjadi minus 18. Untuk itu apabila suatu tempat waktu subuh yang sekarang jam 03.55 maka mundur menjadi jam 04.03

Thomas menjelaskan, pada 23-25 April 2018 dilaksanakan Temu Kerja Hisab Rukyat Kementerian Agama RI di Labuan Bajo, sekaligus dimanfaatkan untuk pengamatan fajar untuk penentuan waktu subuh. Beberapa waktu sebelumnya ada kalangan yang meragukan waktu subuh yang ada di jadwal shalat yang berlaku di Indonesia saat ini.

Untuk itu Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama RI melakukan pengamatan fajar di daerah yang minim polusi cahaya. Labuan Bajo tergolong minim polusi cahaya karena cahaya lampu kota belum terlalu banyak, sehingga galaksi Bima Sakti (Milky Way) pun terlihat dengan jelas dengan mata telanjang.

Hasilnya, munculnya fajar pada saat ketinggian matahari -20 derajat mempunyai dukungan data pengamatan, jadi jadwal shalat yang dikeluarkan Kementerian Agama tidak terlalu cepat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement