Selasa 22 Dec 2020 06:05 WIB

Menilik Kemungkinan Kolaborasi AS-China di Bidang Sains

AS pernah menggunakan luar angkasa untuk menghangatkan hubungan dengan Uni Soviet

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Astronaut Peggy Whitson bekerja di pesawat luar angkasa di luar Stasiun Luar Angkasa Internasional (ilustrasi).
Foto: AP
Astronaut Peggy Whitson bekerja di pesawat luar angkasa di luar Stasiun Luar Angkasa Internasional (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Tidak seperti lembaga pemerintah seperti NASA, perusahaan swasta Amerika Serikat (AS) dapat bekerja sama dengan China di bidang luar angkasa. Sebab amandemen undang-undang NASA anggota House of Representative Frank Wolf tahun 2011 hanya melarang lembaga pemerintah.

Tahun 2017 lalu peneliti-peneliti China mengirim eksperimen ke Stasiun Luar Angkasa Internasional. Proyek tersebut dilakukan dengan kerja sama dengan perusahaan swasta AS yang membantu pihak lain menggunakan laboratorium di luar angkasa, Nanoracks.

Baca Juga

CEO Nanoracks Jeffrey Manber mengatakan lima mahasiswa doktoral Beijing Institute of Technology membangun seluruh proyek mereka di Amerika. Para peneliti itu juga mempublikasikan hasil penelitian mereka di jurnal ilmiah bahasa Inggris.

"Ada cara untuk menyusun struktur (untuk bekerja sama di saat yang sama melindungi kepentingan Amerika)," kata Manber pada Politico, Senin (21/12).

Selain amandemen Wolf dan skeptisme Capitol Hill terhadap kerja sama di bidang apapun dengan China, halangan bekerja sama AS-China di bidang antariksa adalah ketegangan yang dipicu ketidakpercayaan atas berbagai isu mulai dari keamanan siber hingga ekonomi.

"China ingin melakukannya sendiri, saya pikir kami kehilangan kesempatan untuk bekerja sama dengan China di luar angkasa setidaknya pada jangka pendek dan menengah," kata anggota Komite Peninjauan Rencana Pengiriman Manusia ke Luar Angkasa AS tahun 2009, Leroy Chiao.

Namun AS pernah menggunakan luar angkasa untuk menghangatkan hubungan dengan Uni Soviet di tengah Perang Dingin. Pada 1975 stasiun televisi AS menayangkan jabat tangan astronaut Amerika dengan kosmonaut Uni Soviet.

Kurang dari 50 tahun kemudian Rusia menjadi sekutu AS di bidang luar angkasa. Astronaut AS terbang ke luar angkasa dengan roket Soyuz milik Rusia dan kedua negara itu mengoperasikan Stasiun Luar Angkasa Internasional bersama.

Hubungan luar angkasa AS-Rusia menguntungkan kedua belah pihak. Ketika Uni Soviet runtuh, negara itu membutuhkan aliran dana dan pengaruh dari Amerika. AS berhasil memanfaatkan talenta ilmuwan Uni Soviet dan mengikat uang dan keahlian orang Rusia untuk membangun Stasiun Luar Angkasa Internasional alih-alih meningkatkan proyek militer.

Mantan administrator NASA dan astronaut Charles Bolden mengatakan AS memiliki kesempatan yang sama untuk membangun kerja sama dengan China di program Stasiun Luar Angkasa Internasional. Ia mengatakan yang diinginkan 'seluruh dunia' adalah China berpartisipasi dalam program tersebut dibandingkan membangun stasiun sendiri.

Sejumlah pengamat dan mantan pejabat pemerintah AS menilai salah mencegah China bergabung dalam program Stasiun Luar Angkasa Internasional. Karena teknologi saat ini sangat canggih yang tidak membutuhkan pencapaian besar AS seperti mendaratkan manusia di bulan.

"Kami dapat terhisap dalam banyak program pengiriman manusia ke luar angkasa seperti yang kami lakukan dengan Rusia setelah Uni Soviet runtuh," kata profesor di Naval War College, Joan Johnson-Freese.

"Bisa saja jika tidak mungkin transmisi berikutnya dari bulan menggunakan bahasa Mandarin dan karena sebagian besar teknologi luar angkasa digunakan untuk dua kebutuhan, mereka mendapatkan manfaat yang besar dalam bidang militer karena berjalan sendiri," tambah Johnson-Freese.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement