REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingginya permintaan membuat oknum penjualan kosmetik ilegal dan mengandung bahan berbahaya meningkat di e-commerce, terlebih di masa pandemi. Meski demikian, Badan POM menekankan akan terus mengawasi itu.
Kepala Badan POM Penny K Lukito mengakui, tingginya permintaan kosmetik membuat menjamurnya penjaja kosmetik di hampir semua platform e-commerce. Hal ini juga dipengaruhi kondisi pandemi Covid-19 yang mengubah pola belanja masyarakat dari offline bergeser ke online. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, selama tujuh bulan pandemi, terjadi peningkatan 480 persen transaksi online.
"Hal inilah yang dimanfaatkan oleh para oknum penjual di e-commerse untuk memasarkan produk kosmetik tanpa izin edar (TIE) atau ilegal dan mengandung bahan berbahaya," kata Penny saat konferensi virtual pengungkapan kosmetik ilegal di Jakarta dan Jawa Barat, Selasa (22/12).
Penny melanjutkan, Badan POM akan terus melakukan pengawasan terhadap kosmetik ilegal dan mengandung bahan berbahaya di seluruh penjuru negeri melalui Balai Besar/Balai/Loka POM di seluruh Indonesia, tak terkecuali peredaran di media online.
Selain itu, sebagai tindak lanjut Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri yang dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia melalui Perpres No. 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri, Badan POM berkomitmen melakukan operasi penertiban kosmetik ilegal mengandung bahan kimia berbahaya merkuri.