REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil anggota tim pengadaan barang atau jasa bantuan sosial (bansos) sembako penanganan Covid-19, Robin Saputra. Dia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka Juliari Peter Batubara (JPB).
"Diperiksa terkait tindak pidana suap dalam pengadaan pengadaan bantuan sosial untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu (23/12).
Tim penyidik KPK saat ini tengah mendalami perkara suap terkait pengadaan bansos Covid-19 tersebut. Selain memanggil Robin, KPK juga melakukan pemeriksaan terhadap Direktur Keuangan PT Mandala Hamonangan Sude Rajif Amin dan pihak swasta Indah Budi Safitri.
Keduanya diperiksa dalam kapasitas mereka sebagai saksi untuk tersangka mantan menteri sosial, Juliari Batubara. Ali mengatakan, keterangan ketiga saksi tersebut diperlukan untuk melengkapi berkas perkara yang menjerat politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut.
KPK sebelumnya telah memeriksa tersangka Adi Wahyono (AW) guna didalami kesaksiannya bagi tersangka Juliari. Dalam kesempatan itu, KPK tim penyidik menggali pengetahuan Pejabat Pembuat Komitmen kementerian sosial (PPK Kemensos) mengenai proses penyusunan dan pelaksanaan kontrak pekerjaan dengan berbagai rekanan pelaksanaan bansos Jabodetabek.
Seperti diketahui, perkara suap bansos Covid-19 telah mentersangkakan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara. KPK menduga Juliari menerima suap Rp 17 miliar dari “fee" pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek.
Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, diduga diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS kepada Juliari melalui Adi Wahyono dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar. Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadinya.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.
Tersangka Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.