Rabu 23 Dec 2020 21:39 WIB

Produsen: Vaksin Kami Efektif Untuk Jenis Baru Virus Corona

Produsen Vaksin Mengatakan Vaksin Mereka Efektif Untuk Jenis Baru Virus Corona

Red:
Ilustrasi vaksin. Hasil survei penerimaan vaksin Covid-19 yang diadakan oleh Kementerian Kesehatan bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) yang didukung UNICEF dan WHO menunjukan bahwa mayoritas masyarakat siap divaksin Covid-19.
Foto: istimewa
Ilustrasi vaksin. Hasil survei penerimaan vaksin Covid-19 yang diadakan oleh Kementerian Kesehatan bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) yang didukung UNICEF dan WHO menunjukan bahwa mayoritas masyarakat siap divaksin Covid-19.

Empat perusahaan yang sudah membuat vaksin untuk menanggulangi penyebaran COVID-19 mengatakan vaksin mereka efektif terhadap jenis baru virus corona yang ada di Inggris.

  • Jenis baru virus corona diketahui penyebarannya 70 persen lebih cepat dari jenis sebelumnya
  • Australia masih membolehkan warganya pulang dari Inggris, tapi harus menjalani karantina 2 minggu
  • Singapura dan Hong Kong sudah melarang penerbangan dari Inggris

 

Virus corona yang bermutasi, dikenal dengan B.1.1.7, disebutkan 70 persen lebih cepat menyebar dibandingkan jenis sebelumnya dan lebih mudah menular di kalangan anak-anak.

Pembuat vaksin Moderna, CureVac dari Jerman dan Astrs Zeneca dari Inggris mengatakan vaksin mereka yang mulanya digunakan untuk memerangi jenis SARS-CoV-2 juga akan efektif terhadap jenis baru ini.

Berbagai perusahaan pembuat vaksin juga melakukan berbagai uji coba yang akan diketahui hasilnya dalam beberapa pekan mendatang.

 

Ugur Sahin direktur eksekutif perusahaan Jerman BioNTech yang bekerja sama dengan perusahaan Amerika Pfizer mengatakan vaksin buatan mereka akan tetap bisa bekerja menghadapi jenis baru virus corona.

"Secara keilmuwan besar kemungkinan respon imun yang dibuat oleh vaksin ini bisa juga mengatasi mutasi yang ada," kata Ugur dalam percakapan dengan wartawan.

Dia mengatakan diperlukan waktu dua minggu lagi dari studi dan pengumpulan data untuk mendapatkan jawaban yang jelas.

Ribuan warga Australia ingin pulang untuk Natal

 

Dengan adanya varian baru virus COVID-19 sejumlah negara sudah membatasi penerbangan dari Inggris.

Namun pihak berwenang Australia mengatakan tidak berencana menerapkan pembatasan kedatangan warganya dari Inggris untuk saat ini.

Menurut Profesor Paul Kelly, Kepala Bidang Medis Australia, sampai saat ini sistem karantina hotel yang diberlakukan efektif untuk mendeteksi adanya kasus corona yang berasal dari luar negeri.

Ia mengatakan sudah ada empat kasus penularan dari jenis baru virus corona yang ditemukan di Australia, naik dari dua kasus yang dilaporkan terjadi di New South Wales, Senin kemarin.

Dua lainnya terdeteksi dari karantina hotel di Melbourne.

Profesor Kelly mengatakan karantina wajib di hotel selama dua minggu yang diberlakukan di Australia merupakan aturan ketat dibandingkan banyak negara lain yang sudah menutup perbatasan dengan Inggris.

"Bahkan bila seseorang datang dari Inggris membawa virus ini, dan sejauh ini sudah ada 4 orang, kami bisa menguasainya dalam konteks Australia," katanya.

"Bila seseorang berada di kamar hotel selama dua minggu, orang itu tidak bisa menyebarkan virus itu keluar dari kamarnya."

Penutupan perbatasan sejumlah negara dengan Inggris telah mempengaruhi jumlah warga Australia yang ingin pulang.

Masih ada sekitar 40 ribu warga Australia yang ingin kembali dari luar negeri, dan dengan adanya pembatasan jumlah kedatangan per hari, maka banyak yang kesulitan mendapatkan penerbangan.

Professor Kelly mengatakan ada banyak warga Australia yang tinggal di kota seperti London, karenanya kepulangan mereka ke Australia tetap menjadi prioritas.

"Ada banyak warga Australia tinggal di Inggris saat ini, kami ingin mereka kembali ke Austrlia dan kami tetap menyambut mereka. Mereka akan menjalani karantina selama 2 minggu."

Duta Besar Australia untuk Inggris mengatakan mereka sedang mengusahakan pilihan alternatif bagi sejumlah warga Australia, karena jalur penerbangan tradisional melewati Hong Kong dan Singapura sekarang tidak bisa lagi dilakukan.

Singapura sudah melarang penumpang pesawat dari Inggris untuk melewati Bandara Changi karena adanya mutasi virus tersebut.

Transit melewati Hong Kong juga tidak bisa dilakukan untuk sementara.

 

Pembatasan perjalanan di Eropa

Sementara itu di Eropa, warga Inggris sudah dilarang masuk Prancis saat ini, namun warga negara Prancis yang tinggal di Inggris diperbolehkan pulang, bila memiliki bukti negatif COVID-19 selama 72 jam terakhir.

Menurut laporan radio Prancis, 'franceinfo', mengutip sumber dari pemerintah, aturan ini berlaku baik untuk warga Prancis yang tinggal di Inggris maupun turis Prancis yang sekarang sedang liburan di Inggris.

Disebutkan juga warga Inggris yang tinggal permanen di Prancis boleh pulang ke Inggris, sepanjang bisa menunjukkan bukti bahwa mereka negatif corona.

Begitu pula juga para pengemudi truk sudah boleh kembali ke Inggris.

Selain mereka, perbatasan Inggris-Prancis akan ditutup sampai batas waktu yang belum ditentukan.

Prancis dan beberapa negara lain di Uni Eropa sudah menutup perbatasan dengan Inggris sejak hari Senin, karena khawatir mutasi baru virus COVID-19 bisa masuk ke negeri mereka.

Dalam keputusannya Uni Eropa mengatakan perjalanan tidak penting dari dan ke Inggris sebaiknya dihindari, namun mereka yang ingin kembali ke negara masing-masing sebaiknya diizinkan sepanjang mereka melakaukan tes atau karantina selama 10 hari.

"Penutupan menyeluruh akan membuat ribuan warga Uni Eropa dan Inggris tidak bisa kembali ke negara masing-masing," kata Komisioner Kehakiman Uni Eropa Didier Reynders.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari sejumlah laporan ABC News.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement