Rabu 23 Dec 2020 14:42 WIB

Mendes: Tiap Aturan Kemendes Harus Dimengerti Warga Desa

Mendes PDTT minta tiap aturan memiliki standarisasi agar dimengerti masyarakat desa

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar miliki standarisasi sendiri terkait dengan regulasi yang bakal diterbitkan oleh Kementerian yang dipimpinnya. Hal itu ia katakan saat memberi Kuliah Umum Sekolah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Gedung Serbaguna STIE PGRI Dewantara, Jombang, Sabtu (5/12).
Foto: Kemendes
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar miliki standarisasi sendiri terkait dengan regulasi yang bakal diterbitkan oleh Kementerian yang dipimpinnya. Hal itu ia katakan saat memberi Kuliah Umum Sekolah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Gedung Serbaguna STIE PGRI Dewantara, Jombang, Sabtu (5/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar miliki standarisasi sendiri terkait dengan regulasi yang bakal diterbitkan oleh Kementerian yang dipimpinnya. Intinya, regulasi apapun yang diterbitkan itu harus miliki dengan Village Summary sepertinya saat Pejabat Eselon Satu yang melapor kepadanya harus ada Executive Summary.

Penjelasan sendiri ini agar mudah dipahami oleh staf dan warga desa yang akan menjalankannya. Hal ini berkaca dengan pengalaman dirinya saat menjabat Ketua DPRD Jombang menerima regulasi atau beleid dari Pemerintah Pusat yang begitu panjang dan kadang justru menyulitkan.

"Kita saja di DPRD susah membaca aturan yang tebal-tebal dan banyak, apalagi masyarakat desa. Olehnya di Kemendes, saya meminta segala sesuatu itu harus dilengkapi dengan Village Summary agar mudah dipahami dan bisa dijelaskan lebih jauh," kata Menteri Halim saat memberi Kuliah Umum Sekolah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Gedung Serbaguna STIE PGRI Dewantara, Jombang, Sabtu (5/12). 

Selanjutnya, Gus Menteri, sapaan akrabnya memaparkan soal BUMDes. Dikatakannya kepada peserta kuliah yang terdiri dari Pengelola BUMDes, Mahasiswa, dan Pendamping Desa mengikuti secara Online dan Offline itu, BUMDes itu diharuskan mengambil Core Bisnis yang belum dipilih oleh warga masyarakat di desa itu atau belum diambil BUMDes lain.

Pengambilan Unit Usaha itu agar BUMDes tidak menganggu perputaran ekonomi warga desa dan justru harus menjadi ujung tombak rebound ekonomi di desa. Termasuk dalam Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 pasal 117 menegaskan jika BUMDes sebagai Badan Hukum dibentuk untuk sebesar-besar untuk kesejahteraan warga masyarakat.

BUMDes saat ini telah dipayungi oleh UU Cipta Kerja yang menjadi faktor utama kemajuan BUMDes, pasalnya selama ini terkesan terhalangi karena statusnya bukan Badan Hukum hingga sulit untuk mengakses permodalan.

"BUMDes menjadi Badan Hukum setelah lahirnya UU Cipta Kerja ini dan memang ini telah ditunggu. Kami pun bergerak cepat untuk menyusun Rencana Peraturan Pemerintah dengan mengundang Kementerian Hukum dan HAM untuk dapat masukan, saran dan pemikiran soal posisi BUMDes sebagai Badan Hukum," kata Gus Menteri.

Setelah itu, dilanjutkan diskusi Lintas Kementerian yang akhirnya disepakati jika posisi BUMDes setelah UU Cipta Kerja sebagai Badan Hukum Entitas Baru yang kedudukannya setara dengan Perseroan Terbatas (PT), setara dengan BUMN pada level nasional dan BUMD pada level daerah. 

Posisi BUMDes sebagai Badan Hukum nantinya tidak ada hubungannya dengan Kepala Desa atau terlepas dari proses politik yang terjadi di desa. Olehnya, dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) nantinya, masa kepemimpinan BUMDes nantinya tidak sama dengan Kepala Desa.

RPP yang telah rampung 100 persen itu berisi penegasan-penegasan soal posisi BUMDes. Yaitu BUMDes miliki kesempatan membuat Unit Usaha berbadan hukum seperti PT. "Dalam RPP itu, keabsahan berdirinya BUMDes itu cukup dipayungi oleh Peraturan Desa hasil Musyawarah Desa," kata Doktor Honoris Causa dari UNY ini.

Namun karena BUMDes perlu aturan main berskala nasional maka dalam RPP yang disusun, maka BUMDes harus dapatkan registrasi dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) yang bertujuan untuk menghindari sejumlah hal seperti kesamaan nama. Olehnya, pencantuman nama desa menjadi sebuah keharusan.

Setelah proses registrasi di Kemendes, kemudian dilanjutkan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk didokumentasikan. Ini dilakukan karena sebagai badan hukum, BUMDes bisa membuat badan hukum baru seperti Perseroan Terbatas (PT).

Gus Menteri menegaskan jika satu desa hanya boleh mendirikan satu BUMDes jadi dipastikan jumlahnya tidak bakal melebih jumlah desa sebanyak 74.953. Unit usaha bisa dbuat sebanyak mungkin dengan mengikuti Peraturan Udang-undang yang berlaku.

"Makanya di RPP, kita tidak bicarakan soal pembubaran BUMDes tapi hanya pembekuan bagi yang bermasalah. Jika telah diperbaiki semuanya makanya pembekuan dicabut," kata Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini.

Akan tetapi satu desa bisa dirikan lebih dari satu BUMDes Bersama (BUMDesma) yang didasarkan dari keputusan bersama para kepala desa. Pendirian BUMDesma juga tidak dibatasi terkait Zonasi dan wilayah. 

Turut hadir dalam Kuliah Umum itu Wakil Bupati Jombang Sumrambah dan Ketua DPRD Jombang H.Mas'ud Zuremi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement