REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak perusahaan besar yang mempunyai keuntungan berkali-kali lipat saban tahunnya. Biasanya keuntungan yang diperoleh digunakan kembali untuk investasi pengembangan perusahaan, membayar upah, pajak, dan sejumlah perusahaan menyisihkan dana sosial.
Tapi dapatkah perusahaan dikenakan wajib zakat? Seperti apa akadnya?
Persoalan ini menjadi salah satu masalah yang dibahas dalam fiqih zakat kontemporer hasil putusan musyawarah nasional Majelis Tarjih Muhammadiyah ke-31 beberapa waktu lalu. Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Mohammad Masudi menjelaskan, selama ini yang dikenal di masyarakat adalah zakat individu, seperti zakat mal atau zakat profesi.
Belum ada penjelasan tentang zakat perusahaan. Masudi mengatakan dari hasil musyawarah majelis tarjih diputuskan zakat perusahaan diperbolehkan dengan pertimbangan keuntungan perusahaan sangat signifikan untuk membantu fakir dan miskin.