REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Dewan Pers mencatat dua persoalan yang dihadapi pers Indonesia di tengah situasi pandemi Covid-19, yakni persoalan keberlanjutan media, profesionalisme media serta perlindungan terhadap pers. Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh mendorong insentif negara diberikan untuk industri pers nasional.
Ia pun meminta komitmen Presiden Joko Widodo untuk memberikan insentif ekonomi untuk pers harus segera ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaan atau petunjuk teknis. Insentif tersebut bisa berbentuk beragam dari keringanan pajak, tarif listrik, biaya perijinan dan jaminan sosial yang dijanjikan pemerintah."Ini sangat ditunggu perwujudannya dan akan sangat membantu pers nasional dalam menghadapi krisis ekonomi akibat pandemi covid-19," ungkap dia.
Ia mengingatkan menyelamatkan nasib pers merupakan investasi masa kini sekaligus untuk masa depan bangsa Indonesia, mengingat pers adalah garda depan upaya penanganan covid-19.
Saat ini, dia menegaskan, pers dihadapkan pada tekanan disrupsi yang semakin kuat dan pandemi Covid-19.Ia menyebut, platform digital semakin mendominasi ranah media dan kehidupan publik serta memperoleh pendapatan iklan yang semakin besar, kemudian menggeser kedudukan media massa konvensional."Krisis ekonomi akibat pandemi covid-19 telah memukul daya hidup banyak media massa," ujar Nuh dalam rilis Dewan Pers terkait Catatan Akhir Tahun Kemerdekaan Pers Tahun 2020, Rabu (23/12).
Apalagi, lanjutnya, pandemi berakibat menurunnya pendapatan, banyak perusahaan media merampingkan manajemen, melakukan PHK karyawan, atau mengurangi gaji karyawan. Hal ini pun membuat kesejahteraan wartawan menurun dan membuat banyak media kehilangan wartawan terbaik.
Menurut Nuh, ini berdampak pada kualitas pemberitaan yang dikhawatirkan menurun dan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap media massa."Sementara, arus informasi yang tersaji di media sosial mengalir tanpa standar etika yang tegas sehingga dalam banyak kasus membingungkan masyarakat, bahkan cenderung memecah-belah," ujar Nuh.