REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi dinilai berpotensi meningkatkan perdagangan ke mancanegara khususnya Amerika Serikat (AS). Hal tersebut dimungkinkan melihat pengalamannya yang pernah menjabat sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk AS.
"Pengalaman Muhammad Lutfi sebagai duta besar bisa dijadikan modal awal untuk meningkatkan perdagangan kedua negara khusunya untuk produk-produk yang selama ini barrier-nya masih cukup tinggi di pasar AS seperti minyak sawit," kata ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, Rabu (23/12).
Di sisi lain, menurut Yusuf, ekonomi global pada tahun depan diproyeksikan akan jauh membaik dibandingkan tahun ini. Hal itu sejalan dengan membaiknya hubungan dagang AS dengan negara lain setelah Joe Biden diumumkan menjadi presiden.
Meski demikian, terdapat beberapa pekerjaan rumah yang harus menjadi perhatian Kementerian Perdagangan (Kemendag) ke depannya. Salah satunya terkait optimalisasi pasar non-tradisional diluar pasar tradisional.
Seperti diketahui, pangsa pasar ekspor Indonesia sangat didominasi ke pasar tradisional seperti China, AS, Jepang, India dan ASEAN. Sehingga, ketika pandemi terjadi, kinerja perdagangan mengalami kontraksi yang cukup dalam.
"Masih banyak potensi pasar negara ekspor yang masih bisa dioptimalkan," ujar Yusuf.
Selain itu,Kemendag bisa mengejar beberapa perjanjian bilateral yang cukup potensial dijadikan sebagai strategi meningkatkan perdagangan Indonesia, diantaranya perdagangan bilateral dengan Pakistan. Menurut Yusuf, Pakistan cukup potensial meningkatkan perekonomian dalam jangka panjang didukung bonus demografi dan rencana kerja sama dengan China.
Disamping Pakistan, Brasil juga merupakan pangsa pasar besar yang belum optimal dimanfaatkan. Dengan ukuran ekonomi Brasil yang besar yaitu merupakan yang terbesar di Amerika Selatan, proporsi ekspor Indonesia baru mencapai 0,6 persen.
"Dari sini bisa terlihat masih banyak ruang yang bisa ditingkatkan dari negara ini," kata Yusuf.