REPUBLIKA.CO.ID -- Ketika wahyu diturunkan Allah SWT melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, tak jarang Nabi mendapati ciri-ciri fisik yang khas. Seperti mencucurkan keringat meski di dalam cuaca dingin sekalipun. Namun, hal ini kerap dituduhkan orientalis bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan orang yang ayan (epilepsi) ketika menerima wahyu.
Pakar Ilmu Tafsir Prof Quraish Shihab, dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad menjelaskan, dalam beberapa hadis kerap disebutkan ciri-ciri fisik yang khas ketika Nabi menerima wahyu. Beberapa riwayat menginformasikan bahwa Nabi terkadang meminta sahabat-sahabat beliau agar berada di sampingnya untuk menutup wajah beliau saat menerima wahyu.
Ditutupnya wajah Nabi itu ditujukan agar para sahabat tidak dapat melihat betapa berat wahyu atau bisa jadi karena beratnya isi kandungan wahyu tersebut. Di dalam suatu hadis riwayat Imam Tirmidzi diceritakan, suatu ketika Sayyidina Abu Bakar melihat rambut Nabi dan berkata, “Wahai Nabi, engkau telah beruban.”
Rasulullah pun menjawab, “Surah-surah Hud, Al-Waqiah, Al-Mursalat, amma yatasaalun dan idza as-syams kuwwirat telah menjadikan aku beruban.” Demikian, Allah pun sejak wahyu-wahyu permulaan telah memerintahkan Rasulullah SAW untuk mempersiapkan mental, antara lain, dengan memperbanyak melakukan qiyamul lail.
Hal ini ditegaskan Allah dalam Surah Al-Muzammil ayat 5, Allah berfirman: “Inna sanulqiy alaika qaulan tsaqila.”Yang artinya: “Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat."
Untuk itu, Quraish menjabarkan, apa yang dialami Nabi Muhammad SAW ketika menerima wahyu seperti yang dilukiskan tersebut tidak dapat dijadikan indikator dari penyakit ayan sebagaimana yang dituduhkan oleh sementara orientalis.
Sebab orang yang terjangkit penyakit tersebut ketika mengalaminya berada di luar kesadarannya, sedangkan Nabi SAW berada dalam kesadaran penuh.