Kamis 24 Dec 2020 10:05 WIB

Serangan Bersenjata Tewaskan 100 Orang di Barat Ethiopia

Ethiopia bergulat dengan kekerasan mematikan yang rutin terjadi sejak 2018

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
 Gambar ini dibuat dari video tak bertanggal yang dirilis oleh Kantor Berita Ethiopia milik negara pada Senin, 16 November 2020 menunjukkan militer Ethiopia duduk di sebuah pengangkut personel lapis baja di sebelah bendera nasional, di jalan di daerah dekat perbatasan Tigray dan wilayah Amhara di Ethiopia. Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed mengatakan dalam sebuah posting media sosial pada hari Selasa, 17 November 2020 itu
Foto: AP/Ethiopian News Agency
Gambar ini dibuat dari video tak bertanggal yang dirilis oleh Kantor Berita Ethiopia milik negara pada Senin, 16 November 2020 menunjukkan militer Ethiopia duduk di sebuah pengangkut personel lapis baja di sebelah bendera nasional, di jalan di daerah dekat perbatasan Tigray dan wilayah Amhara di Ethiopia. Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed mengatakan dalam sebuah posting media sosial pada hari Selasa, 17 November 2020 itu

REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Orang-orang bersenjata menewaskan lebih dari 100 orang dalam serangan fajar di wilayah Benishangul-Gumuz barat Ethiopia pada Rabu (23/12). Penduduk berusaha melarikan diri dari serangan mematikan terbaru di daerah yang dilanda kekerasan etnis tersebut.

Komisi Hak Asasi Manusia Ethiopia menyatakan serangan itu terjadi di desa Bekoji di kabupaten Bulen di zona Metekel. Pejabat senior keamanan regional, Gashu Dugaz, mengatakan pihak berwenang mengetahui serangan Benishangul-Gumuz dan sedang memverifikasi identitas para penyerang dan korban, tetapi tidak memberikan informasi lebih lanjut.

Baca Juga

Daerah tersebut adalah rumah bagi beberapa kelompok etnis termasuk orang Gumuz. Namun, dalam beberapa tahun terakhir para petani dan pengusaha dari wilayah tetangga Amhara mulai pindah ke daerah tersebut. Kondisi ini mendorong beberapa Gumuz mengeluhkan tanah subur telah diambil.

Beberapa pemimpin Amhara sekarang mengatakan bahwa beberapa tanah di wilayah itu, terutama di zona Metekel, menjadi milik mereka. Klaim tersebut membuat marah orang Gumuz.

"Dalam serangan sebelumnya, yang terlibat adalah orang-orang yang berasal dari 'hutan'. Namun etapi dalam kasus ini, para korban mengatakan mereka mengenal orang-orang yang terlibat dalam serangan tersebut," kata komisi hak asasi dalam pernyataannya.

Serangan itu terjadi sehari setelah Abiy, kepala staf militer, dan pejabat federal senior lainnya mengunjungi wilayah itu untuk meminta ketenangan setelah beberapa insiden mematikan dalam beberapa bulan terakhir. Sebelumnya pada 14 November terjadi serangan dari orang-orang bersenjata menargetkan sebuah bus dan menewaskan 34 orang.

"Keinginan musuh untuk memecah belah Ethiopia menurut garis etnis dan agama masih ada. Keinginan ini akan tetap tidak terpenuhi," kata Abiy mengunggah di Twitter bersama dengan foto di kota Metekel, Selasa (22/12).

Negara terpadat kedua di Afrika telah bergulat dengan kekerasan mematikan yang rutin terjadi sejak Perdana Menteri Abiy Ahmed diangkat pada 2018. Dia mempercepat reformasi demokrasi yang melonggarkan cengkeraman besi negara pada persaingan regional. Pemilu tahun depan semakin mengobarkan ketegangan atas tanah, kekuasaan, dan sumber daya.

Di bagian terpisah negara itu, militer Ethiopia telah memerangi pemberontak di wilayah Tigray utara selama lebih dari enam pekan. Konflik ini telah menyebabkan hampir 950 ribu orang mengungsi. Pengerahan pasukan federal di sana telah menimbulkan kekhawatiran akan kekosongan keamanan di wilayah bergolak lainnya.

Ethiopia juga memerangi pemberontakan di wilayah Oromiya. Pemerintah menghadapi ancaman keamanan jangka panjang dari militan Somalia di sepanjang perbatasan timur yang keropos.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement