REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Research and Analysis (Sudra) Fadhli Harahab menegaskan bahwa negara tidak boleh tunduk dengan organisasi, kelompok dan individu yang intoleran.
Fadhli mengatakan setiap organisasi, kelompok, atau individu masyarakat di Indonesia, harus tunduk pada hukum yang berlaku. Jika melawan atau menyimpang dari koridor hukum, harus ditindak tegas.
"Kalau mereka masih WNI tentu harus tunduk pada hukum negara. Kalau sudah melawan hukum, menghalangi penegakan hukum, tentu harus ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku pula, tanpa ada pengecualiaan," kata Fadhli dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis (25/12).
Fadhli menyoroti pergerakan organisasi intoleran dan radikal yang kerap tidak sesuai dengan kaidah hukum. Menurutnya, dalam diri kaum intoleran dan radikal, bersemayam fanatisme buta akibat kebodohan dan ketidakpahaman.
"Orang seperti ini mudah terhasut, diagitasi dan diprovokasi untuk melakukan apa pun yang mereka anggap benar, sekalipun harus menentang hukum," katanya.
Bahkan, kata dia, pada level tertentu kaum intoleran dan radikal rela melakukan aksi terorisme dengan berbagai cara. "Karena menganggap negara adalah musuh, sekalipun negara itu berideologi Islam, apalagi berideologi selain itu," kata Fadhli.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Emrus Corner Emrus Sihombing mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara hukum atau menjunjung demokrasi. "Tidak ada negara demokrasi yang tidak diatur oleh hukum. Hukum itu mengatur tatanan berperilaku. Kalau tidak diatur hukum, menjadi tidak demokrasi," kata Emrus.