REPUBLIKA.CO.ID, JERUSALEM -- Pandemi virus korona telah memperburuk situasi yang sudah berat di Yerusalem Timur yang diduduki pada tahun 2020. Menurut pejabat Palestina, kondisi saat ini menjadikan 2020 sebagai tahun tersulit bagi kota itu sejak pendudukannya pada 1967.
Dalam wawancara terpisah dengan Anadolu Agency, para pejabat mengindikasikan bahwa pandemi itu bertepatan dengan eskalasi "Yudaiisasi" melalui pendirian pemukiman baru oleh otoritas Israel. Penghancuran rumah-rumah Palestina dan penangkapan serta deportasi dari Masjid Al-Aqsa, situs yang baru-baru ini sering diserbu oleh pemukim Israel.
Sementara itu, AS terus mendukung Israel terlepas dari pelanggarannya. Presiden AS Donald Trump telah memberikan kedaulatan Israel atas Yerusalem Timur dan secara resmi diumumkan pada Januari lalu.
Sejak itu, otoritas Israel telah meningkatkan rencana untuk membangun permukiman baru sambil menghancurkan lebih banyak rumah Palestina. Selain itu, aktivitas budaya, sosial dan olah raga Palestina juga telah dicegah, pertanda Israel berusaha menjalankan kendali penuh atas kota tersebut.
Direktur Departemen Kartografi Arab Studies Society yang berbasis di Yerusalem, Khalil al-Tafakji mengatakan, 2020 adalah tahun yang sulit menurut semua standar, baik itu terkait dengan proyek permukiman atau pembangunan jalan permukiman, mengusulkan proyek yang mengubah karakter Arab kota, menghancurkan rumah, mengusir warga Palestina dan merebut rumah mereka.
"Semua praktik Israel ditujukan untuk memperkuat klaimnya atas Yerusalem Raya di lapangan dan untuk mencegah kemungkinan negosiasi di masa depan tentang ibu kota Palestina di Yerusalem Timur," kata Al-Tafakji dilansir dari Anadolu, Jumat (25/12).
Israel telah menghancurkan lebih dari 165 bangunan di Yerusalem, kata Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) awal bulan ini.
Di sisi lain, Kementerian Palestina Urusan Yerusalem memperingatkan dalam pernyataannya, bahwa pihak berwenang Israel berencana membangun lebih dari 17.700 permukiman di kota tersebut.
Sementara itu, sumber lokal mengatakan bahwa pihak berwenang Israel telah memberi tahu beberapa keluarga di dua lingkungan di kota Silwan untuk mengevakuasi rumah mereka dan membuka jalan bagi pemukim baru Israel.
Pelanggaran Al-Aqsa
Direktur Jenderal Departemen Wakaf Islam di Yerusalem, Sheikh Azzam Al-Khatib mengatakan bahwa lebih dari 16.000 pemukim telah menyerbu Masjid Al-Aqsa sejak awal tahun.
"Itu adalah tahun yang sulit, dengan pemukim Israel menyerbu masjid sementara penjaga masjid dan jamaah telah berulang kali dideportasi oleh polisi Israel," kata Al-Khatib, yang juga menunjukkan bahwa pandemi virus corona sebelumnya menyebabkan penutupan kompleks tersebut.
Menurut Direktur Klub Tahanan Palestina di Yerusalem, Nasser Qous, Israel telah menangkap lebih dari 3.500 orang di Yerusalem pada 2020. Mayoritas adalah anak laki-laki dan sebagian besar terjadi di kota Issawiya.
Coronavirus memperburuk penderitaan warga Palestina
Kementerian Urusan Yerusalem Palestina mengumumkan pada 12 Desember, jumlah kasus virus secara keseluruhan mencapai 15.925, termasuk 132 kematian. Ini telah memberikan pukulan besar bagi ekonomi kota.
Ziad Al-Hammouri, direktur Pusat Hak Ekonomi dan Sosial Yerusalem, mengatakan, tahun ini sebagai tahun bencana baik karena pandemi maupun perkembangan politik terhadap ekonomi Palestina.
Terutama kata Al-Hammouri, sektor pariwisata, yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian kota adalah yang paling terdampak.
Gerakan hak asasi manusia Israel Peace Now mengatakan, bahwa permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki telah berlipat ganda selama empat tahun terakhir sejak Presiden AS Trump menjabat.
Majelis Umum PBB (UNGA) paling mengutuk Israel selama 2020, menurut laporan UN Watch minggu ini, sebuah organisasi non-pemerintah yang berbasis di Jenewa yang memantau kinerja PBB.
Meskipun resolusi UNGA tidak mengikat, resolusi tersebut membawa kepentingan simbolis dalam urusan dunia.