Sabtu 26 Dec 2020 02:47 WIB

Pengusaha Harap Industri Garmen Mampu Lalui Pandemi

Pada 2019, puluhan pabrik garmen tutup dan 25 ribu karyawan di-PHK.

Red: Friska Yolandha
Industri garmen yang tergabung dalam Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat (PPPTJB) berharap sektor tersebut bisa diselamatkan saat pandemi Covid-19. Hal ini bertujuan agar tidak terus memunculkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Foto: ANTARA/M RISYAL HIDAYAT
Industri garmen yang tergabung dalam Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat (PPPTJB) berharap sektor tersebut bisa diselamatkan saat pandemi Covid-19. Hal ini bertujuan agar tidak terus memunculkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri garmen yang tergabung dalam Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat (PPPTJB) berharap sektor tersebut bisa diselamatkan saat pandemi Covid-19. Hal ini bertujuan agar tidak terus memunculkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

"Kami sangat mengapresiasi pemerintah dalam menetapkan UU Cipta Kerja dalam rangka menciptakan lapangan kerja. Namun dalam realitasnya para pengusaha terancam gulung tikar dan pekerja terancam PHK massal dalam waktu dekat ini, karena penetapan pengupahan di luar kemampuan dan kepantasan," kata Jurubicara PPPTJB Sariat Arifia melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (25/12).

Ia mencontohkan sepanjang 2019 saja telah terjadi penutupan puluhan pabrik garmen dengan jumlah pekerja yang di-PHK kurang lebih 25 ribuan karyawan di Kabupaten Bogor dan Purwakarta. Apabila tidak dilakukan langkah penyelamatan yang serius, dia mengkhawatirkan tahun 2021 banyak perusahaan yang akan melakukan penutupan pabrik.

Ketua Dewan Pengupahan Kabupaten Bogor dari unsur Apindo, Dessy Sulastri menyampaikan kekecewaannya dengan penetapan upah minimum kabupaten yang tidak berdasarkan kesepakatan tiga unsur yaitu pekerja, pengusaha, dan pemerintah.