Sabtu 26 Dec 2020 17:26 WIB

Studi Sebut Kemungkinan Reinfeksi Covid-19 Hanya 0,3 Persen

Kemungkinan reinfeksi cukup kecil pada periode 6 bulan atau lebih lama.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi Covid-19
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua penelitian baru memberikan bukti yang menggembirakan bahwa mereka yang pernah terinfeksi Covid-19 bisa memiliki perlindungan terhadap infeksi di masa depan. Para peneliti menemukan orang yang memiliki antibodi terhadap virus corona jauh lebih kecil kemungkinannya untuk dites positif lagi hingga enam bulan dan mungkin lebih lama.

Dilansir dari Medical Xpress, Sabtu (26/12), hasilnya menjadi pertanda baik bagi vaksin. Vaksin bisa memicu sistem kekebalan untuk membuat antibodi dan membantu mengalahkan virus.

Baca Juga

Para peneliti menemukan orang dengan antibodi dari infeksi alami memiliki risiko yang jauh lebih rendah terpapar kembali virus. Perlindungannya sama seperti yang didapatkan dari vaksin yang efektif. Ini dikatakan oleh direktur dari Institut Kanker Nasional Amerika Serikat (AS), Dr. Ned Sharpless.

“Sangat, sangat jarang terinfeksi kembali,” kata Dr. Sharpless.

Kedua studi tersebut menggunakan dua jenis tes. Salah satunya adalah tes darah untuk antibodi, yang dapat bertahan selama berbulan-bulan setelah infeksi. Jenis tes lain menggunakan sampel hidung atau sampel lain untuk mendeteksi virus itu sendiri atau bagian-bagiannya, yang menunjukkan infeksi saat ini atau baru-baru ini.

Satu studi, yang diterbitkan Rabu (23/12) di New England Journal of Medicine, melibatkan lebih dari 12.500 petugas Kesehatan di Rumah Sakit Universitas Oxford di Inggris. Di antara 1.265 yang memiliki antibodi virus corona pada awalnya, hanya dua yang memiliki hasil positif pada tes untuk mendeteksi infeksi aktif dalam enam bulan berikutnya dan tidak ada gejala yang berkembang.

Berbeda dengan 11.364 pekerja yang awalnya tidak memiliki antibodi. Sebanyak 223 dari mereka dinyatakan positif terinfeksi dalam kira-kira enam bulan berikutnya.

Studi National Cancer Institute melibatkan lebih dari tiga juta orang yang menjalani tes antibodi dari dua laboratorium swasta di AS. Hanya 0,3 persen dari mereka yang awalnya memiliki antibodi kemudian dites positif terkena virus corona, dibandingkan dengan tiga persen dari mereka yang kekurangan antibodi tersebut.

Sharpless mengatakan “sangat menyenangkan” untuk melihat para peneliti Oxford melihat pengurangan risiko yang sama, yakni 10 kali lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami infeksi kedua jika ada antibodi.

Laporan institutnya diunggah di situs web yang digunakan para ilmuwan untuk berbagi penelitian dan sedang ditinjau di jurnal medis besar.

“Penemuan ini tidak mengejutkan tapi sangat meyakinkan karena memberi tahu orang bahwa kekebalan terhadap virus itu umum,” kata spesialis penyakit menular di Rumah Sakit Penelitian Anak St Jude di Memphis, Joshua Wolf yang tidak terlibat dalam kedua studi.

Wolf melanjutkan antibodi mungkin tidak memberikan perlindungan. Antibodi mungkin hanya menjadi tanda bahwa bagian lain dari sistem kekebalan, seperti sel T, mampu melawan paparan virus baru.

“Kami tidak tahu seberapa lama kekebalan ini,” tambah Wolf.

Kasus orang yang tertular Covid-19 lebih dari sekali telah dikonfirmasi, jadi orang masih perlu melindungi diri mereka sendiri dan orang lain dengan mencegah infeksi ulang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement