REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya telah menetapkan tersangka dalam kasus kecelakaan yang menewaskan seorang ibu muda di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tersangkannya bukanlah polisi yang menabrak korban, melainkan seorang pengendara yang sebelumnya menyerempet mobil polisi tersebut.
"Kami penyidik kecelakaan lalu lintas Ditlantas Polda Metro Jaya menetapkan saudara HN yang merupakan pengemudi Hyundai sebagai tersangka dalam kecelakaan ini," kata Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo di kantornya, Pancoran, Jakarta Selatan, Sabtu (26/12).
Sambodo menjelaskan, penetapan HN sebagai tersangka didukung sejumlah alat bukti. Pertama, keterangan saksi yang menyebutkan bahwa mobil Innova yang dikendarai Aiptu Imam Chambali menabrak pembatas jalan lalu menabrak tiga pemotor karena sebelumnya ditabrak mobil Hyundai yang dikendarai HN.
Kedua, rekaman kamera CCTV milik sebuah toko yang berada tak jauh dari tempat kejadian perkara (TKP). "Terlihat pengemudi Hyundai membenturkan mobilnya ke Innova dan kemudian mobil tersebut hilang kendali dan menyeberang jalur, lalu menabrak tiga sepeda motor," kata Sambodo.
Ketiga, bukti kerusakan di mobil Hyundai berwarna hitam tersebut. Kerusakan pada bodi Hyundai, kata dia, tampak memanjang dari sisi pintu depan sebelah kanan, dekat roda, sampai ke belakang.
"(Sedangkan) di mobil Innova silver ada cat yang menempel karena bekas senggolan di bodi depan sebelah kiri," kata Sambodo.
Keempat, pengakuan tersangka HN. Setelah penyidik memperlihatkan rekaman video kejadian kepada tersangka, kata Sambodo, HN mengakui memang ketika itu berupaya menghentikan mobil Innova yang dikemudikan Aiptu Imam.
"Tujuan dia (menghentikan) untuk meminta pertanggungjawaban akibat sebelumnya tersangka mengaku dipukul oleh Aiptu IC (Imam Chambali)," ungkap Sambodo.
Tersangka HN, lanjut dia, merupakan seorang pria berusia 25 tahun. Ia berprofesi sebagai karyawan bank BUMN.
Kini, HN telah ditahan di tahanan Subdit Gakkum Dirlantas Polda Metro Jaya. Ia disangkakan dengan pasal 311 ayat 5 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Ancaman hukuman maksimalnya 12 tahun penjara atau denda 24 juta.