REPUBLIKA.CO.ID,Foz: Indeks Wakaf Nasional Bisa Membuka Ruang Literasi Wakaf
JAKARTA -- Ketua Umum Forum Zakat (Foz) Bambang Suherman menilai, pembuatan indeks wakaf nasional merupakan langkah yang sangat produktif jika dapat dilaksanakan. Sebab, itu akan membuka ruang literasi kepada masyarakat tentang wakaf. Keberadaan indeks tersebut akan melengkapi informasi wakaf yang dibutuhkan.
"Itu akan melengkapi banyak informasi yang nanti pada akhirnya dibutuhkan, meski memang hari ini PR besarnya wakaf itu adalah sosialisasi konten wakaf ke masyrakat. Sebab hari ini proses sosialisasi wakaf itu masih fokus pada format yang sama dengan zakat, padahal karakteristik customer-nya berbeda," ujar dia kepada Republika.co.id, Ahad (27/12).
Bambang mengatakan, ada beberapa lembaga amil anggota Foz yang juga berfokus pada wakaf. Dia mengatakan, secara umum lembaga-lembaga amil itu dalam proses belajar menumbuhkan organisasi. Pola belajar baik di zakat maupun wakaf secara kultural adalah melihat atau mencontoh lembaga-lembaga yang lebih dulu eksis.
"Kalau nanti dilihat dan ternyata memberi efek produktif pada kepercayaan publik terhadap lembaga maka teman-teman anggota Foz akan ikut alur ini atau model ini," paparnya.
Untuk saat ini, lanjut Bambang, lembaga amil yang dapat dijadikan contoh dalam mengembangkan wakaf di antaranya Dompet Dhuafa, Daarut Tauhid Peduli Umat, dan Al-Azhar Peduli Umat. Namun ketiga lembaga tersebut pun belum menggunakan indeks wakaf dan belum ada pola yang baku dalam pengembangan wakaf.
Bambang mencontohkan, fokus Dompet Dhuafa dalam mengembangkan wakaf yaitu memastikan setiap aset wakaf yang masuk dikelola secara produktif. Tujuan utamanya menghasilkan portofolio pengelolaan aset wakaf. Semua aset wakaf diarahkan untuk memiliki aliran pendapatan sendiri agar bisa tumbuh menjadi salah satu faktor penting dalam menumbuhkan perekonomian negara karena menciptakan ruang masuknya investasi.
"Misalnya program peternakan di atas aset wakaf lahan di Serang, Banten. Hari ini program tersebut sudah relatif cukup mapan dan sudah mampu membuka investasi wakaf sebesar Rp 2,3 miliar. Nah ini model yang sedang diupayakan. Jadi, memastikan setiap aset wakaf memiliki nilai produktivitas secara ekonomi dan mampu menumbuhkan revenue stream baru," tuturnya.
Bambang menerangkan, basis zakat ialah umat Islam yang sifatnya mandatori, sehingga kalau penghasilannya sudah mencapai nisab maka wajib mengeluarkan zakat. Sedangkan wakaf, basisnya adalah sebagian atau kelompok umat Islam yang memiliki pemahaman investasi yang cukup bagus dan terbiasa mengelola keuangan.
"Jadi wakaf itu levelnya tengah ke atasnya umat Islam. Untuk kelompok dengan kapasitas keuangan yang bagus, maka yang ditawarkan adalah portofolio pengelolaan bisnis aset wakaf. Jadi bukan aspek kemanusiaan atau kemiskinannya," kata dia.
Menurut Bambang ini sering masih menjadi kendala karena sebagian besar lembaga pengelola wakaf masih memandang wakaf sama dengan zakat. Sehingga, yang ditawarkan ke masyarkat adalah faktor kemiskinan atau manfaat berupa bantuan kemanusiaan.