REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Hidup bersama non-Muslim adalah bagian dari fakta kehidupan Nabi Muhammad SAW yang tidak bisa dipungkiri. Lantas bagaimana hubungan dan sikap Nabi dengan orang-orang kafir yang dekat dengan beliau?
Dalam buku Orang Kafir dalam Keluarga Nabi karya Ahmad Sarwat dijelaskan, salah satu contoh bagaimana Nabi sangat membina hubungan baik dengan anggota keluarganya yang non-Muslim dapat dilihat dari pamannya, Abu Thalib. Dalam berbagai riwayat, Nabi kerap mengajak pamannya itu untuk memeluk Islam, namun hingga akhir hayatnya, Abu Thalib tak juga memeluk Islam.
Kematian Abu Thalib di tahun yang bersamaan dengan wafatnya Sayyidah Khadijah membuat Nabi begitu terpukul. Saking terpukulnya, Nabi bahkan menyebut tahun kematian bagi keduanya adalah amul huzn (tahun kesedihan).
Begitulah faktanya, Nabi bahkan menangisi kepergian Abu Thalib yang notabene seorang non-Muslim. Begitu hormatnya Nabi terhadap Abu Thalib, tak pernah sekalipun beliau memanggil pamannya itu dengan sebutan yang kurang pantas. Namun demikian, Nabi hanya mendoakan pamannya agar dapat mendapat hidayah dan memeluk Islam.
Dijelaskan bahwa memang semasa hidup, sikap Abu Thalib kepada Nabi Muhammad sangatlah baik. Beliau mengurus Nabi sejak ayah, ibu, dan kakek Nabi meninggal dunia. Beliau bahkan kerap mendukung dakwah Nabi dengan membela dan memberikan perlindungan semampunya. Bahkan peran Abu Thalib terlalu besar andilnya dalam perkembangan dakwah Nabi Muhammad SAW.
Maka demikian, Nabi pun membalas kebaikan Abu Thalib dengan beragam cara. Salah satunya adalah dengan mengurus anak Abu Thalib, Sayyidina Ali bin Thalib, selayaknya anak sendiri. Nabi melakukan ini di saat perekonomian Abu Thalib telah berada dalam kondisi terendah.