REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menanggapi adanya dugaan surat keterangan hasil tes swab palsu yang dibawa oleh sejumlah penumpang pesawat dalam perjalanan ke Pontianak, Kalimantan Barat. Menurutnya, hal seperti ini dapat terjadi karena regulasi yang dikeluarkan belum diantisipasi dan dipersiapkan secara optimal.
Dicky menilai harus ada kejelasan terkait regulasi, di mana penumpang pesawat diwajibkan melakukan tes swab untuk mengetahui infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) sebagai persyaratan terbang. Kejelasan ini di antaranya adalah siapakah pihak, seperti institusi yang berhak untuk melakukan pengujian dan mengeluarkan hasil.
“Jadi ketika dikeluarkan regulasi persyaratan penumpang menggunakan tes harus jelas, siapa yang berhak, termasuk cara, kualitas, dan format, sehingga tidak menjadi masalah baru,” ujar Dicky kepada Republika.co.id pada Ahad (27/12).
Dicky mengatakan perlu diingat bahwa persyaratan tes Covid-19 adalah syarat tambahan untuk memperkuat pengawasan agar orang yang menjadi penumpang pesawat tidak membawa virus. Ia menggarisbawahi bahwa di dalam pesawat, potensi penularan secara umum sangat kecil karena filter udara yang digunakan memiliki standar seperti di ruang operasi rumah sakit.
“Jadi ini (pesawat) jauh lebih aman dibanding gedung perkantoran, sekolah, supermarket, namun tetap harus ada upaya meminimalisasi risiko, yaitu di fase sebelum boarding untuk screening. Tahapan ini menambah, termasuk ketika keluar dari pesawat,” jelas Dicky.
Karena itu, sifat dari tes atau pengujian yang disyaratkan di Indonesia saat ini adalah tambahan. Dicky mengingatkan bahwa metode pengendalian utama wabah Covid-19 adalah di masyarakat.