Senin 28 Dec 2020 09:54 WIB

Sudan Kerahkan Pasukan ke Darfur Selatan

Darfur Selatan adalah bagian dari wilayah Darfur yang bergejolak oleh konflik.

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Sejumlah pria membawa kotak berjalan melintas di depan personel Pasukan PBB Sudan (UNAMIS) yang menjaga pengungsi. Ilustrasi.
Foto: REUTERS
Sejumlah pria membawa kotak berjalan melintas di depan personel Pasukan PBB Sudan (UNAMIS) yang menjaga pengungsi. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Sudan mengerahkan pasukan dalam 'jumlah besar' ke Darfur Selatan setelah konflik antarsuku menewaskan 15 orang. Hal ini disampaikan gubernur negara bagian Darfur Selatan Mousa Mahdi.

Darfur Selatan adalah bagian dari wilayah Darfur yang bergejolak oleh konflik sejak 2003. Pada Senin (28/12) kantor berita SUNA mengutip dua pemimpin setempat yang mengatakan sengketa air antara suku Masalit dan Fallata di kota Gereida menewaskan dua orang anggota suku Fallata.

Baca Juga

Salah satu pemimpin mengatakan anggota Fallata membalasnya dengan membunuh 13 orang suku Masalit dan melukai 34 orang lainnya. Gereida terletak 97 kilometer dari selatan Nyala, ibu kota negara bagian Darfur Selatan.

SUNA melaporkan saksi mata melihat sejumlah bentrokan mematikan dalam dua tahun terakhir. Pembunuhan 13 orang ini menjadi kekerasan terbaru sejak terjadi rekonsiliasi pada Oktober lalu.

Mousa Mahdi mengatakan hasil rapat komite keamanan negara bagian dengan militer dan masyarakat kota Gereida diputuskan perlu pengerahan pasukan 'dalam jumlah besar' untuk mengejar pelaku pembunuhan. Ia menambahkan dalam pertemuan itu mereka juga sepakat membentuk komite investigasi.

Sejak 2003 Darfur didera gelombang pemberontakan setelah pemberontak non-Arab memutuskan untuk menentang kekuasaan Khartoum. Pasukan Gubernur dan milisi Arab yang menekan pemberontakan itu dituduh melakukan kekejaman. Konflik itu diperkirakan telah menewaskan 300 ribu orang dan memaksa 2,5 juta orang mengungsi.

Oktober lalu pemerintahan transisi Sudan berhasil melakukan kesepakatan damai dengan sejumlah kelompok pemberontak di Darfur. Akan tetapi kesepakatan itu tidak menyertai kelompok yang paling aktif di lapangan.

Pekan lalu Dewan Keamanan PBB memutuskan untuk mengakhiri misi gabungan antara penjaga perdamaian PBB dan Uni Afrika di Darfur atau dikenal UNAMID pada 31 Desember. Operasi tersebut sudah berjalan selama 13 tahun.

Banyak warga Darfur yang menilai UNAMID tidak efektif melindungi mereka tapi menarik pasukan itu justru semakin membuat mereka rentan terhadap serangan. Keputusan Dewan Keamanan PBB memicu unjuk rasa selama beberapa pekan.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement