Senin 28 Dec 2020 10:57 WIB

Usaha Baju Kucing Milik Fredi Lugina Priadi Tembus AS

Kostum kucing buatan Fredi dijual mulai Rp 30 ribu hingga paling mahal Rp 1,5 juta.

Rep: Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra
Penjahit Fredi Lugina Priadi menunjukkan kostum baju kucing di kediamannya.
Foto: Republika/Shabrina Zakaria
Penjahit Fredi Lugina Priadi menunjukkan kostum baju kucing di kediamannya.

REPUBLIKA.CO.ID, Fredi Lugina Priadi (39 tahun) tidak bisa menyembunyikan rasa syukurnya. Di tengah pandemi Covid-19, usaha pembuatan baju khusus kucing yang ditekuninya tidak terpengaruh. Permintaan atau pemesanan dari pembeli tidak berkurang. "Saya jual langsung sesuai pesanan dan di Shopee," kata Fredi kepada Republika, akhir pekan ini.

Fredi menjalankan usaha konveksi di rumahnya di RT 03, RW 02, Desa Jampang, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sehari-hari, ia menjalankan usahanya dibantu istrinya bernama Nursidawati (34). Pekerjaan yang digelutinya sekarang ini sebenarnya dulunya merupakan sampingan saja. Beberapa tahun lalu, Fredi masih bekerja sebagai guru honorer di sebuah sekolah dasar di Bogor.

Selain itu, ia juga pernah membuka bengkel sendiri dan usaha sablon. Lantaran suatu waktu sibuk harus mengerjakan semuanya berbarengan, ia memilih mundur dari guru SD dan fokus dengan usaha menjahit yang ditekuninya hingga saat ini.

Fredi sehari-hari sebenarnya bekerja sebagai penjahit umum. Maksudnya, ia juga menerima menerima pesanan baju dari orang lain. Namun, Fredi lebih dikenal banyak orang sebagai penjahit baju khusus kucing, karena memiliki keahlian di bidang tersebut.

Hal itu bermula ketika sekitar 2,5 tahun lalu, tepatnya Ramadhan 2018, Fredi membuat iseng-iseng menulis status di Facebook. Dia juga mengunggah foto kucing miliknya yang didandani seperti penampilan pak haji. Dia tidak menyangka pembuatan cosplay kucing pak haji, ternyata direspon antusias rekan-rekannya.

Tiba-tiba banyak yang tertarik dengan hasil kreasinya, dan menanyakan bisa beli baju khusus kucing di mana. Setelah Fredi memberi penjelasan kalau baju itu didesain sendiri, dari situ, banyak yang akhirnya memesan.

Seiring berjalannya waktu, pesanan pembuatan baju kucing terus berdatangan. Fredi pun mulai giat menjahit baju kucing dengan model terkini. Dia membuat desain dengan mengikuti gaya terkini atau yang sedang dibincangkan masyarakat dan trending di media sosial (medsos).

Tidak hanya itu, pengalaman di lingkungan tempat tinggalnya juga menjadi inspirasi Fredi dalam membuat baju. Seperti saat membuat kostum kucing mengenakan hijab, yang idenya berawal dari ibu-ibu yang ingin berangkat ke kondangan atau acara pernikahan.

Tidak heran, Fredi baru-baru ini juga membuat kostum dokter untuk kucing lengkap face shield segala, lantaran banyak orang memakainya di tengah pandemi Covid-19. "Sehari rata-rata pesanan 10 buah. Ada yang pesan langsung (lewat ponsel), datang ke rumah, ada yang beli lewat online," ucap Fredi.

Kostum kucing yang dijual Fredi harganya cukup terjangkau. Dari puluhan ribu hingga maksimal Rp 1,5 juta per potong, disesuaikan dengan kerumitan desain dan kualitas bahan. Paling murah baju karakter kemeja kotak-kotak dan pocong yang dijual dengan harga Rp 30 ribu. Bahkan jika membeli satu paket berisi 10 potong maka Fredi memberi harga grosing, yaitu Rp 25 ribu per potong.

Sementara karakter superhero Batman dan Superman dijual Rp 55 ribu, karakter dokter dan pak haji yang viral di medsos dilepas Rp 66 ribu, serta karakter baju SD dan toga wisuda Rp 82 ribu. Paling mahal baju karakter kucing memakai baju samurai dengan membawa pedang yang dijual di marketplace dengan harga Rp 1,5 juta. "Baju karakter tukang satai dijual Rp 520 ribu," kata Fredi.

Dalam membuat kostum, Fredi terbantu dengan tiga kucing Persia kesayangannya, yaitu Jhon, Pongki, dan Ugi. Ketiga kucing yang tinggal di rumahnya ini selalu dijadikan model agar ukuran baju sesuai dengan pesanan pelanggan. Karena memiliki keahlian unik ini, Fredi akhirnya banyak mendapat liputan media.

Baru-baru ini, Fredi mendapat kesempatan wawancara dengan wartawan Reuters yang datang ke rumahnya untuk melihat aktivitas menjahit baju kucing. Kantor berita yang berpusat di London, Inggris, meliput usaha yang ditekuni mantan guru honorer lulusan Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) Jakarta ini.

Berita menarik tersebut ternyata dikutip banyak media berbagai negara. Di antaranya, Taipetimes.com, Gulfnews.com, Usnews.com, South China Morning Post, dan Thisismoney.co.uk. Video yang dibuat Reuters pun viral hingga ditonton ratusan ribu viewers di Twitter dan Youtube.

Belum lagi berbagai media dalam negeri akhirnya ikut memberitakan usaha baju kucing. Fredi mengakui, pesanan baju kucing yang sempat melandai pada awal pandemi Covid-19, kini kembali normal. Efek pemberitan media yang masig ternyata mendongkrak penjualannya usahanya. Kini, semakin banyak orang yang tahu dengan usaha yang digelutinya.

Permintaan kostum kucing, khususnya di marketplace, Facebook, dan Instagram, menurut Fredi, ikut meningkat yang ditandai pesanan dari berbagai daerah. Bahkan, ia untuk pertama kalinya pada bulan ini mendapat pembeli dari luar negeri. "Kemarin ada yang pesan dari Amerika Serikat. Sementara itu saja yang beli dari luar negeri. (Pembeli) tahu dari berita kemarin," ucap Fredi.

Dia memahami, usaha pembuatan baju juga harus menjaga kepercayaan pelanggan. Karena itu, setiap pesanan pembeli dari marketplace, medsos, maupun ke ponselnya selalu dilayani secara maksimal, di mana pun lokasinya. Fredi mengaku beruntung bisa mendapatkan mitra jasa ekspedisi yang terpercaya dan dapat diandalkan.

Karena itu, ia terus menggunakan jasa pengiriman yang sama lantaran tidak pernah mendapatkan komplain dari pelanggan. Sehingga semua pesanan bisa sampai ke tangan pembeli tanpa ada masalah. "Saya pakainya JNE, selain karena lokasi JNE dekat dengan rumah, juga bisa dipercaya," ucap Fredi.

Bantu UMKM

Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ikut merasakan dampak cukup besar akibat pandemi Covid-19. Mengutip sebuah hasil survei, sebanyak 96 persen pelaku UMKM mengaku mengalami dampak negatif Covid-19 terhadap proses bisnisnya. Sebanyak 75 persen, di antaranya mengalami dampak penurunan penjualan yang signifikan.

Vice President Marketing JNE, Eri Palgunadi, menyampaikan, pada kondisi seperti ini, pengusaha lokal dihadapkan pada kemampuannya untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru. Di tengah pandemi ini, dia menyarankan, para pengusaha harus berani keluar dari zona nyaman. “Para pelaku usaha lokal harus cerdik, harus jeli melihat posisinya saat ini,” ujar Eri di Jakarta, belum lama ini.

Dia mengatakan, jika sebuah usaha harus berproses, demi bisa bertahan melewati pandemi Covid-19 maka kuncinya ada tiga. Pertama, pengusaha harus update produk, berpikir positif, dan optimistis terhadap perubahan. "Selain itu juga penting untuk persisten, jika produk tidak laku maka jangan mundur. Itu kurang lebih modal sebuah brand untuk bertahan dan berkembang,” ucap Eri.

 

Pada saat pandemi seperti ini, menurut Eri, banyak yang bisa dilakukan oleh berbagai pihak untuk membantu UMKM. Eri menjelaskan, sejak dulu JNE telah melakukan langkah untuk mendukung UMKM. "Ada program JLC (JNE Loyalty Card) yang telah memberi banyak benefit kepada UMKM. Lalu ada juga Pesona (Pesanan Oleh-Oleh Nusantara) untuk mendukung produsen makanan khas. Begitu juga Friendly Logistic untuk memudahkan bisnis UMKM,” ucap Eri.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement