REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Rr Laeny Sulistyawati
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mengingatkan masyarakat bahwa risiko krisis tenaga kesehatan (nakes) itu nyata adanya. Jumlah fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang melayani pasien Covid-19 semakin terbatas, seiring dengan melonjaknya kasus harian. Tak hanya itu, tak sedikit pula tenaga kesehatan yang terinfeksi Covid-19 sehingga jumlahnya ikut berkurang.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, bahwa penularan infeksi virus corona masih cukup tinggi saat ini. Risiko penularan semakin tinggi seiring dengan tingginya mobilitas manusia di masa libur akhir tahun ini. Wiku meminta masyarakat agar tidak lengah menjalankan protokol kesehatan, lantaran langkah ini masih diyakini menjadi jurus terampuh menekan penularan Covid-19.
"Kita harus disiplin menjalankan protokol kesehatan. Bila kasus terus meningkat karena terjadi penularan yang tinggi, dan kasusnya pun tinggi, maka jumlah fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan tidak akan cukup," ujar Wiku saat dikonfirmasi mengenai kecukupan tenaga kesehatan, Senin (28/12).
Wiku juga mengingatkan pemda untuk lebih peka terhadap pengendalian ekonomi dan kesehatan di daerahnya. Bila terjadi lonjakan kasus Covid-19 secara signifikan, Wiku meminta pemda segera mengambil langkah pengendalian aktivitas sosial ekonomi.
Diberitakan sebelumnya, Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mencatat jumlah kematian tenaga medis dan tenaga kesehatan di Indonesia akibat Covid-19 terus mengalami peningkatan. IDI menyebut, bertambahnya jumlah tenaga medis yang terinfeksi ini sebagai salah satu dampak dari peningkatan jumlah penderita Covid-19, baik yang dirawat maupun yang OTG (orang tanpa gejala)
Ketua Tim Mitigasi PB IDI, Adib Khumaidi, mengatakan, berdasarkan data yang dihimpun Tim Mitigasi PB IDI, dari Maret hingga pertengahan Desember 2020, terdapat total 369 petugas medis dan kesehatan yang wafat akibat terinfeksi Covid-19. Jumlah itu terdiri dari 202 dokter dan 15 dokter gigi, dan 142 perawat.
Sebelumnya pada awal Desember sebanyak 342 tenaga medis yang meninggal dunia. Para dokter yang wafat tersebut terdiri dari 107 dokter umum (empat guru besar), dan 92 dokter spesialis (tujuh guru besar), serta dua residen, dan satu dalam verifikasi yang keseluruhannya berasal dari 24 IDI wilayah (provinsi) dan 92 IDI cabang (kota/kabupaten).
Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhilah mengutip data bahwa selain perawat yang bertugas di Rumah Sakit, para petugas kesehatan (perawat) yang bertugas di Puskesmas merupakan yang gugur terbanyak kedua. Hal ini menandakan bahwa Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama masih memiliki perlindungan yang kurang memadai bagi tenaga kesehatan.
"Kami berharap pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan Dinas Kesehatan daerah setempat yang bertanggung jawab terhadap pelayanan Puskesmas juga meningkatkan perlindungan di fasilitas kesehatan tersebut dengan menyediakan alat pelindung diri (APD) dengan jumlah yang memadai serta perlengkapan fasilitas lainnya," katanya, Selasa (15/12).
Data yang dimiliki PPNI hingga Rabu (16/12), perawat di Tanah Air yang meninggal akibat Covid-19 total sebanyak 146. Lonjakan kematian perawat kembali dirasakan pada awal Desember.
Kenaikan perawat yang meninggal dunia, dia melanjutkan, terasa terutama di Jawa Timur, DKI Jakarta. Terkait penyebab kematian perawat yang terus bertambah, pihaknya mengaku belum melakukan analisa mendalam.
PPNI tidak menutup kemungkinan bahwa kelelahan, daya tahan tubuh menurun kemudian perawat terinfeksi atau bisa jadi perawat tersebut tertular virus ini saat berada di transportasi umum, atau tertular saat berada di rumahnya.
"Itu bisa saja, penyebab kematian kan belum ada rilis hasil investigasinya, jadi kami tidak bisa pasti menjawabnya," kata Harif.
Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih menegaskan, para dokter yang menangani Covid-19 sudah mendapat alat pelindung diri (APD) ketika bertugas menangani pasien Covid-19.
"Namun kalau banyak yang gugur, kecapaian dan lama bekerja itu juga menjadi faktor," katanya saat ditemui Republika di kantornya, di PB IDI, Jakarta, Rabu (16/12).
Daeng menambahkan, kalau kasus Covid-19 terus bertambah dan rumah sakit dapat limpahan pasien maka artinya beban nakes berat. Ia menyontohkan saat Agustus dan September membuktikan ketika terjadi penambahan kasus kemudian rumah sakit kebanjiran pasien maka itu menambah jumlah petugas kesehatan yang gugur.
Menurutnya, beban tenaga kesehatan ini berat karena kelelahan dan kerjanya lebih lama. "Jadi tidak hanya APD yang melindungi tetapi capai dan lama terpapar juga mempengaruhi. Kecapaian dan lama terpapar inilah yang harus dicegah," ujarnya.
Daeng meminta jadwal bekerja dokter harus diatur dan jangan sampai terlalu lama. Kemudian, dia melanjutkan, masyarakat harus menjalankan protokol kesehatan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak hingga mencuci tangan dengan sanun harus diterapkan masyarakat supaya pasien yang masuk rumah sakit tidak bertambah.
"Kalau tidak diterapkan maka kasus Covid-19 akan naik dan bertambah juga dokter yang meninggal," katanya.