REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai langkah perombakan kabinet membuka harapan baru untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional (PEN). Salah satunya mengakomodir bantuan sosial atau bansos secara transparan.
Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mengatakan pemberian bansos mampu mendorong ekonomi dan penciptaan lapangan kerja saat pandemi. Hal ini bisa dicermati dari bantuan langsung tunai (BLT) subsidi upah sebesar Rp 2,4 juta per penerima, hingga bantuan jaringan pengaman sosial (JPS) Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker).
"Dari awal skemanya ini namanya bantuan, jadi seolah-seolah seperti dana perlindungan sosial. Padahal dana tersebut harus produktif dan berdampak bagi pemulihan ekonomi, jadi konsepnya harus jelas terlebih dahulu," ujarnya kepada Republika.co.id, Senin (28/12).
“Jika skema seperti itu tetap dipertahankan, tak ubahnya seperti transfer payment. Seolah seperti saweran untuk survival bertahan hidup," ucapnya.
Menurutnya jika skema diubah maka bagi pekerja maupun pelaku usaha dapat melanjutkan usaha atau pun mencari alternatif penghasilan dengan melakukan usaha. Adapun upaya survival-nya, lanjut Enny, melalui usaha, artinya pemulihan ekonomi segera terealisasi.
"Kalau yang sekarang ini kesannya kalau sudah disalurkan ya selesai. Padahal kan tidak. Kemudian apakah itu akan berdampak pada pemulihan ekonomi nasional ini tidak jelas ukuran maupun indikator keberhasilannya, efektivitasnya bagaimana?" tanya Enny.
Pemerintah, menurutnya, harus mengubah concern skema bantuan tersebut. Hal paling utama mencari persoalan sektor pekerja misalnya kurang lahan pekerjaan, dipecat dari kantor, bagaimana bantuan tersebut menjadi alternatif usaha bagi mereka.
"Ini memang memerlukan kerja keras dari berbagai pihak, terutama kementerian terkait. Harusnya para penerima juga diberi pendampingan dan akses informasi yang baik, tak hanya sekedar memberi bantuan, namun juga menciptakan ekosistem yang meningkatkan produktivitas para pekerja," ucapnya.