REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur, Antara
Upaya kelompok teroris Jaringan Islamiyah (JI) untuk mendanai pergerakannya belum lama ini diungkap kepolisian. Salah satunya adalah melalui kotak amal minimarket yang diselewengkan penggunaannya bagi aktivitas JI.
Kelompok JI memang membutuhkan dana tidak sedikit untuk bisa bergerak. Untuk biaya pelatihan saja, JI harus mengeluarkan uang hingga Rp 65 juta.
JI memiliki sejumlah kamp pelatihan teroris, bahkan ada yang dikhususkan untuk generasi muda. Sampai dengan saat ini diketahui setidaknya ada 12 kamp pelatihan yang terpusat di kawasan Jawa Tengah, salah satunya beroperasi di Kota Ungaran, Semarang.
"Tentunya bahwa konsep pelatihan yang ada di sana itu adalah pertama bela diri tangan kosong, kedua melempar pisau, ketiga menggunakan sajam (senjata tajam) bisa dalam bentuk pedang maupun samurai dan juga diberi pelatihan bagaimana merakit bom dan cara penyergapan," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono dalam konferensi persnya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (28/12).
Untuk biaya pelatihan saja, kata Argo, mencapai Rp 65 juta. Uang sebanyak itu untuk jasa pelatih, keperluan makan dan obat-obatan. Lalu untuk memberangkatkan anggota JI ke Suriah sekitar Rp 300 juga untuk sekali jalan untuk 10 sampai dengan 12 orang. Adapun sumber dana untuk membiayai semua program tersebut didapat dari infak dan iuran anggota.
"Pertama adalah dari infak, kedua dari anggotanya. Adapun anggota yang aktif sekitar enam ribu yang sudah kemarin kita sampaikan, misalnya satu orang itu dia mengirimkan Rp 100 ribu kali 6.000 sudah Rp 600 juta" kata Argo.
Bahkan tidak sedikit dari anggota JI tersebut yang bersedia merogoh kocek dalam-dalam demi JI. "Banyak yang kirim Rp 10 juta, Rp 15 juta, Rp 25 juta. Bervariasi," ungkap Argo.
Pelatihan tersebut dipimpin oleh Joko alias Karso, yang sudah diciduk oleh Densus 88 beberapa waktu lalu. Selain merekrut peserta, Karso juga merekrut pelatih. Setidaknya ada delapan pelatih yang direkrutnya dan ddigunakan untuk melatih murid-muridnya. kelompok JI ini memiliki jaringan beberapa pondok pesantren tetapi hanya 10 besar yang diambil atau direkrut.
"Yang 10 besar itu kemudian direkrut tidak semua 10 besar, tapi ada yang dipilih dilihat kemudian dilihat mentalnya kemudian bagaimana posturnya dan bagaimana dia ideologinya," ungkap Argo.
Lebih lanjut, Argo menjelaskan, Karso menggembleng para santri selama enam bulan. Kemudian setelah lulus mereka lantas dikirim ke Suriah, guna mengikuti pelatihan lanjutan teroris di bawah asuhan kelompok teroris jaringan Jabah Nusah yang terafiliasi dengan Al-Qaidah.
“Di Suriah dilakukan pelatihan militer caranya menggunakan senpi, Laras panjang, dan pistol sampai merakit bom sebelum diterjunkan dengan perang yang nyata di sana,” terang Argo.
Hingga saat ini, sambung Argo, setidaknya sudah ada tujuh angkatan yang lulus dari kamp pelatihan, dengan total 96 anak muda. Lantas, pada 2011 mereka dikumpulkan lalu sebanyak 66 orang dari 96 anak muda diberangkatkan ke Suriah dan mengalami nasib yang berbeda-beda di medan perang. Tidak sedikit dari mereka harus meregang nyawa.
“Ada yang tewas di sana dimakamkan di sana, kemudian ada yang kembali ke Indonesia. Ada beberapa yang sudah divonis oleh pengadilan ada yang masih diproses,” ungkap Argo.
Usai dinyatakan lulus pelatihan di sasana bela diri, para anggota JI akan dikirim ke Suriah untuk bergabung dengan organisasi teroris Jabhah Nusrah guna melanjutkan pelatihan militer di negara tersebut.