REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sebanyak 5.000 unit Genose C19 atau alat deteksi Covid-19 lewat embusan napas akan didistribusikan pada pertengahan Februari 2021. Izin edar alat ini sendiri sudah diberikan Kementerian Kesehatan ke UGM.
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro mengatakan, saat ini Genose C19 sudah digunakan sejumlah rumah sakit. Di antaranya, RS Bhayangkara Yogyakarta, RS Kariadi Semarang, RS Moewardi Solo, dan RS UNS.
"Kapasitas produksi per Februari 2021 nanti lebih dari 5.000 unit, sudah bisa dipakai dan didistribusikan ke seluruh Indonesia," kata Bambang dalam jumpa pers daring yang digelar Kemenristek/BRIN, Senin (28/12).
Bambang mengapresiasi kehadiran Genose C19 karena dapat memperkuat sistem surveillance 4T yakni testing, tracing, tracking dan treatment. Namun, ia menekankan, gerakan 3M tetap perlu dilakukan untuk memutus penyebaran.
Ia berpendapat, Indonesia perlu punya kemandirian melakukan testing dan monitoring, terutama untuk skrining. Sebab, untuk testing masih melalui PCR yang merupakan standar emas.
"Tapi, untuk skrining di sini dituntut kemampuan kita melakukan inovasi melahirkan alat yang bisa melakukan skrining dalam waktu cepat, relatif nyaman, dan tingkat akurasi tinggi," ujar Bambang.
Ia berharap, adanya inovasi ini dapat mendorong pemulihan ekonomi. Jadi, inovasi yang dihasilkan tidak cuma mendukung sektor kesehatan tapi juga dapat menunjang upaya-upaya untuk memulihkan kegiatan ekonomi.
Genose, kata Bambang, berkontribusi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi lewat hilirisasi inovasi alat kesehatan. Lalu, menghemat anggaran belanja rapid test dan mendorong pertumbuhan inovasi bernilai ekonomi tinggi.
Kemudian, mempercepat proses deteksi orang terinfeksi Covid-19, membantu mitigasi resiko penyebaran Covid-19. Serta, membangun kepercayaan publik kalau industri dalam negeri mampu memproduksi karya inovasi anak bangsa."Kita harapkan hilirisasi bisa berjalan mulus dan butuh dukungan Kemenkes supaya inovasi anak bangsa terus difasilitasi dan dukungan Satgas Covid-19 supaya alat bisa dipakai dalam proses 4T," kata Bambang.
Alat yang dikembangkan tim peneliti sejak Maret 2020 lalu ini memiliki sensitifitas 92 persen dan spesifitas 95 persen. Satu unit Genose C19 dijual Rp 62 juta dan dapat dipakai mendeteksi sekitar dua menit. Pemakaian tanpa perlu reagen maupun bahan kimia lain. Alat dapat dipakai untuk melakukan tes sekitar 120 ribu orang per hari dengan biaya relatif terjangkau.
Anggota tim pengembang, dr. Dian Kesumapramudya Nusantara menuturkan, Genose telah diproduksi 100 unit yang semuanya telah terjual. Lalu, akan kembali diproduksi 100 unit lagi dengan bantuan Kemenristek/BRIN.
"Insya Allah, dengan bantuan beberapa institusi dan filantropi akan diproduksi sekitar 2.000 pada akhir Januari, 5.000 pada pertengahan Februari dan targetnya bisa 10.000," ujar Dian.
Dian turut menyampaikan Genose C19 mudah digunakan dan tidak memerlukan pemeliharaan yang rumit. Pengecekan dan pemeliharaan dilakukan setelah pemeriksaan 150 ribu sampel napas atau jika ada gangguan.
Mesin bisa didekontaminasi dengan desinfektan tipe swab atau oles. Tidak disarankan menggunakan desinfektan tipe semprot. Mesin pun diimbau dalam posisi mati sebelum dibersihkan.
"Untuk pembacaan saat deteksi, bila positif disarankan melakukan pengambilan ulang embusan napas kedua dalam waktu 30 menit setelah pengambilan pertama. Jika hasil konsisten positif disarankan melanjutkan pemeriksaan dengan PCR konfirmasi," kata Dian.