Selasa 29 Dec 2020 15:27 WIB

KPK Klaim Selamatkan Rp 592 Triliun Kerugian Negara

Ghufron mengatakan, ICW hanya lihat kinerja dan prestasi KPK dari menangkap koruptor.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Pimpinan KPK Nurul Ghufron
Foto: ANTARA/Nova Wahyudi
Pimpinan KPK Nurul Ghufron

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengklaim telah menyelamatkan negara dari potensi kerugian Rp 592 triliun. Menurutnya, nominal tersebut jauh lebih besar dibanding pencapaian yang telah dilalukan pimpinan-pimpinan lembaga antirasuah periode sebelumnya.

"Hasil dari pencegahan yang dilakukan KPK telah menyelamatkan potensi kerugian negara selama satu tahun kami bekerja mencapai Rp 592 T jauh melebihi lima tahun kinerja periode sebelumnya yg mencapai Rp 63,4 T," kata Nurul Ghufron dalam keterangan, Selasa (29/12).

Baca Juga

Hal tersebut dia sampaikan menyusul penilaian Indonesian Corruption Watch (ICW) yang menyebut penindakan yang dilakukan KPK era saat ini sudah melemah. Ghufron mengatakan, ICW harusnya bisa melihat berbagai aspek yang telah dilakukan oleh KPK saat ini.

Dia mengatakan, ICW tidak melihat kinerja KPK yang hanya dengan kekuatan 25 persen SDM mampu bekerja mengawal dana Covid-19 dan mencapai hasil optimal. Dia menambahkan, hak tersebut dilakukan KPK saat kinerja lembaga lain tengah melambat akibat pandemi yang terjadi.

Dia mengatakan, ICW hanya memandang kinerja dan prestasi KPK dari menangkap koruptor. Dia melanjutkan, ICW tidak memilat kinerja KPK berdasarkan pencegahan, apalagi mengedukasi masyarakat utntuk sadar dan tidak berprilaku korup.

Ghufron menngatakan, KPK yakin masyarakat dan rakyat indonesia lebih dewasa dan komprehensif seleranya dalam pemberantasan korupsi. Dia mengatakan, sehingga apa yang disampaikan ICW akan bertentangan dengan kesadaran anti korupsi rakyat.

Rakyat indonesia orang yg sehat sehingga baik yg manis asin maupun kecut harus dilahap, KPK itu didirikan oleh negara dan didanai untuk mencegah dan menindak, karena itu KPK harus menindak kala ada tipikor, namun sebelum terjadinya tipikor nya KPK juga harus mencegah dan menyadarkan penyelenggara negara dan masyarakat untuk tidak korup," katanya.

Sebelumnya, peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyinggung perihal kemunduran penindakan di era kepemimpinan Firli Bahuri. Terlihat ada kemuduran dari kinerja KPK saat ini utamanya di bidang penindakan berdasarkan catatan evaluasi setahun terakhir KPK yang dibuat oleh ICW dan Transparency Internasional (TII).

Berdasarkan data evaluasi itu, Kurnia mengatakan, pada 2019, jumlah penyidikan mencapai 145 kasus. Namun saat ini atau pada periode Firli Bahuri, hanya sebanyak 91 kasus.

Penurunan juga terjadi pada penuntutan kasus. Jika pada 2019 ada 153 kasus yang masuk ke penuntutan, tahun ini hanya mencapai 75 kasus.

"Kemudian dalam konteks jumlah tangkap tangan, tahun 2020 KPK hanya melakukan tujuh tangkap tangan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, 2019 21 kali, 2018 30 kali, 2017 19 kali, dan 2016 17 kali," katanya.

KPK juga mengalami penurunan tingkat kepercayaan publik brrdasarkan hasil surveri yang dikeluarkan oleh Alvara Research Center, Indo Barometer, Charta Politica, LSI hingga Litbang Kompas. Penurunan itu disebabkan pemerintah yang telah meresmikan revisi UU KPK ditambah memilih sebagian besar pimpinan bermasalah.

KPK juga dianggap gagal meringkus buronan Harun Masiku yang jadi penyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Kurnia mengatakan, ketua KPK terbukti melanggar kode etik karena menggunakan helikopter untuk kepentingan pribadinya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement