REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) mendukung operator transportasi umum dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau pihak swasta untuk memiliki pendapatan nontiket atau kerap dikenal dengan istilah non farebox. Dengan model bisnis baru dari pendapatan nontiket, DTKJ menilai pengelola transportasi memiliki potensi keuntungan yang besar selain dari pendapatan penjualan tiket.
"Jika pendapatan non farebox dioptimalkan ini bisa sangat luar biasa," ujar Ketua DTKJ Harris Muhammadunpada acara "Refleksi 2020 dan Outlook 2021 DTKJ" di Jakarta, Selasa (30/12).
Harris mencontohkan salah satu operator transportasi umum yang telah menerapkan model bisnis non farebox adalah MRT Jakarta. "Contohnya MRT sudah mulai menggali pendapatan nonfarebox. Dengan adanya 5 stasiun berstatus naming right yang bisa dimanfaatkan pihak ketiga, itu mulai dari Dukuh Atas bersama BNI, lalu ada Setiabudi Astra, Istora Mandiri, Blok M BCA hingga di Lebak Bulus dengan Grab. Nah itu contohnya," ujar Harris.
Terdekat Harris berharap model bisnis non fareboxitu dapat diikuti oleh operator-operator lainnya yang tergabung dalam Jaklingko seperti TransJakarta dan LRT Jakarta. Dengan adanya pendapatan non farebox, nantinya dimungkinkan jika para operator pengelola transportasi umum di Jakarta tidak lagi bergantung pada anggaran yang diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Adanya model bisnis baru itu juga diharapkan dapat mendewasakan para operator untuk mengembangkan bisnisnya lebih baik lagi.