REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Organisasi jurnalis Reporters Without Borders mengatakan semakin banyak jurnalis yang dibunuh di luar zona perang. Pada tahun ini sekitar 50 jurnalis di seluruh dunia tewas dibunuh. Sebagian besar sedang menginvestigasi kejahatan terorganisir, korupsi, dan degradasi lingkungan.
Reporters Without Borders menambahkan jumlah jurnalis atau pekerja media yang tewas dibunuh pada 2020 ini turun sedikit dibandingkan 2019 lalu. Tahun lalu 53 jurnalis tewas dibunuh.
Pandemi virus Corona membuat lebih sedikit jurnalis yang turun ke lapangan. Reporters Without Borders juga melaporkan tahun ini 68 persen jurnalis dibunuh di luar zona perang.
Reporters Without Borders mencatat pembunuhan di luar zona konflik meningkat sejak 2016. Ketika hanya empat dari 10 pembunuhan terjadi di medan perang. Tahun ini pembunuhan yang disengaja meningkat 84 persen dibandingkan tahun lalu yang hanya sebesar 63 persen.
Meksiko kembali menjadi negara yang paling mematikan bagi pekerja media. Pada tahun 2020 ini setidaknya delapan wartawan di negara itu tewas dibunuh. Salah satunya Julio Valdivia, seorang reporter yang jasadnya ditemukan dipenggal pada bulan September lalu.
Sementara salah satu dari enam pembunuhan jurnalis di Irak adalah pembunuhan Hisham al-Hashimi bulan Juni lalu. Hashimi seorang pakar ISIS dan kelompok bersenjata yang tewas ditembak di depan rumahnya di Baghdad.
Reporters Without Borders juga mencatat tahun ini semakin banyak jurnalis investigatif yang tewas dibunuh. Termasuk empat wartawan yang sedang menggali kelompok-kelompok kejahatan terorganisir, empat reporter korupsi dan penyalahgunaan dana publik dan tiga orang wartawan lingkungan yang melaporkan penambangan ilegal dan perampasan lahan.
Organisasi kebebasan pers itu menambahkan meliput unjuk rasa juga terbukti mematikan. Tahun ini tujuh orang wartawan yang meliput demonstrasi tewas dibunuh, empat di Irak, dua di Negeria dan satu di Kolombia.