REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman belum bisa berkomentar banyak soal pembubaran Front Pembela Islam (FPI). Namun, ia mempertanyakan apakah hal tersebut sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
"Khususnya Pasal 61, yang (pembubaran) harus melalui proses peringatan tertulis, penghentian kegiatan, dan pencabutan status badan hukum," ujar Habiburokhman saat dihubungi, Rabu (30/12).
Habiburokhman juga mempertanyakan, terkait hal-hal negatif yang dituduhkan kepada FPI. Sebab pemerintah dinilainya belum mengkonfirmasi secara hukum terkait hal tersebut.
"Soal keterlibatan anggota FPI dalam tindak pidana terorisme misalnya, apakah sudah dipastikan bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan mengatas-namakan FPI," ujar Habiburokhman.
Pemerintah seharusnya bisa mengacu pada kasus kader partai politik yang ditangkap karena kasus korupsi. Tetapi, partai tak dibubarkan karena kasus tersebut. Ia sendiri mengaku sepakat dengan semangat pemerintah agar ormas tak menjadi wadah lahirnya radikalisme dan intoleransi.
"Namun setiap keputusan hukum haruslah dilakukan dengan memenuhi ketentuan hukum yang berlaku," ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.