Rabu 30 Dec 2020 18:31 WIB

Setelah Negosiasi Hampir 7 Tahun, UE-Cina Menyetujui Kesepakatan Investasi

Kesepakatan investasi Uni Eropa-Cina adalah langkah besar menuju negosiasi perdagangan bebas. Namun, ini akan menjadi tantangan bagi pemerintahan AS di bawah Biden, pasca era Trump yang tak harmonis dengan Cina.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Yves Hermann/AFP
Yves Hermann/AFP

Setelah hampir tujuh tahun negosiasi, Uni Eropa (UE) dan Cina pada hari Selasa (29/12) akhirnya menyetujui kesepakatan investasi, meskipun penandatanganan resminya direncanakan pada hari Rabu (30/12) ini. Menurut makalah internal Komisi Eropa yang dapat diakses DW, kesepakatan yang dikenal sebagai Komprehensif Perjanjian Investasi (CAI) itu, menghilangkan hambatan investasi asing di Cina untuk industri UE tertentu, seperti kendaraan energi baru, layanan komputasi awan, layanan keuangan dan kesehatan.

"CAI juga akan menjadi kesepakatan pertama untuk memenuhi kewajiban atas tindakan badan usaha milik negara dan aturan transparansi komprehensif untuk subsidi," demikian bunyi pernyataan Komisi Eropa. Cina juga setuju untuk "melakukan upaya yang berkelanjutan" guna mengejar ratifikasi Konvensi dasar ILO tentang kerja paksa, lanjut pernyataan itu.

UE meminta ‘‘lapangan bermain‘‘ yang setara dalam sektor real estate, manufaktur, konstruksi, dan layanan keuangan serta mendorong transfer teknologi dari perusahaan-perusahaan Eropa dengan fasilitas di Cina. Perusahaan UE yang beroperasi di Cina menghadapi salah satu rezim investasi langsung asing (FDI) paling ketat di dunia, menurut Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

'Tidak dapat dirayakan sebagai kesuksesan'

Bagi Cina, kesepakatan itu mencakup kemungkinan investasi dalam energi terbarukan secara timbal balik. Ekonom dari Institut Ekonomi Jerman di Köln, Jürgen Matthes, meragukan hal ini.

"Posisi awal tidak seimbang. Pasar Cina jauh lebih tertutup, tetapi semua orang sudah dapat berinvestasi dengan bebas di Eropa. Oleh karena itu, jelas sejak awal bahwa Cina akan membuat lebih banyak konsesi daripada Uni Eropa, maka itu tidak dapat dirayakan sebagai kesuksesan istimewa sekarang, "kata Matthes kepada DW.

Pernyataan Komisi selanjutnya mengatakan bahwa komitmen substantif yang diperlukan dari Cina telah dicapai pada tiga pilar utama negosiasi: akses pasar, lapangan bermain yang setara, dan pembangunan berkelanjutan. "Hasil negosiasi adalah hasil paling ambisius yang pernah disepakati Cina dengan negara ketiga," kata pernyataan itu.

Beijing telah lama menolak mencabut pembatasan investasi UE di negaranya, tetapi karena pelantikan Joe Biden sebagai presiden Amerika Serikat (AS) semakin dekat, kepemimpinan Cina tampaknya menjadi lebih fleksibel. Kesepakatan dengan UE tentang akses pasar dipandang oleh banyak orang sebagai kesuksesan bagi presiden Xi Jinping.

Lebih lanjut, seperti yang dikemukakan Matthes, di beberapa area, perusahaan Eropa masih harus melakukan usaha patungan dengan mitra Cina ketika mereka memiliki cabang di negara itu dan dengan demikian juga berbagi rahasia dagang mereka.

Duta besar negara Uni Eropa pada 28 Desember menyetujui draf CAI. Kesepakatan itu perlu diratifikasi oleh pemerintah UE dan Parlemen Eropa.

Menurut data Eurostat, pada 2019 UE mengekspor barang senilai sekitar € 198 miliar (Rp 3.366 triliun) ke Cina dan barang impor senilai € 362 miliar (Rp 6.154 triliun), dengan perdagangan bilateral senilai US$ 650 miliar (Rp 9.155 triliun).

Masih banyak keraguan?

Jake Sullivan, yang akan menjadi penasihat keamanan nasional pemerintahan Biden, menulis di Twitter pekan lalu bahwa pemerintahan Biden akan "menyambut baik konsultasi awal dengan mitra Eropa tentang kekhawatiran bersama soal praktik ekonomi Cina."

Pejabat UE berpendapat kesepakatan itu menempatkan UE setara dengan AS, yang telah mendapatkan manfaat yang sama dalam pakta perdagangan Fase 1 dengan Cina.

Dari anggota UE, hanya Polandia yang mengajukan keberatan serius terhadap kesepakatan dengan Cina. Polandia menyarankan diperlukan konsultasi terlebih dulu dengan pemerintahan Biden.

Beberapa anggota parlemen Eropa masih bersiap untuk memperjuangkan standar ketenagakerjaan dan hak asasi manusia. "Kebijakan perdagangan tidak terjadi dalam ruang hampa - bagaimana masalah kerja paksa ditangani di CAI akan menentukan nasib perjanjian," kata Bernd Lange, ketua komite perdagangan Parlemen Eropa di Twitter.

"Sejauh ini, Cina terutama telah membuat janji di banyak bidang, tetapi hampir tidak meningkatkan akses untuk perusahaan Eropa dan dalam praktiknya perlindungan kekayaan intelektual - masih harus dilihat apakah perjanjian tersebut akan menawarkan lebih dari sekadar basa-basi kali ini," kata Matthes.

Perusahaan internasional besar khususnya mendapat keuntungan dari kesepakatan ini, kata Matthes. "Perusahaan kecil dan menengah Eropa dengan fokus pada pasar UE tidak akan mendapatkan keuntungan darinya, tetapi akan semakin banyak berurusan dengan perusahaan milik negara Cina, yang dengannya mereka tidak dapat bersaing dengan persyaratan yang sama," tambahnya.

Lebih lanjut, jika Cina tidak memenuhi apa yang dijanjikan dalam praktiknya, maka UE juga harus memiliki opsi untuk menyimpang dari perjanjian dan menutup pasarnya dengan lebih kuat, demikian yang diyakini Matthes.

Dia juga mendukung pendekatan bersama dengan AS. "Apalagi jika menyangkut masalah kapitalisme negara Cina dan distorsi persaingan, peluang bersama AS lebih besar untuk mencapai sesuatu yang benar-benar nyata," katanya. (pkp/rap)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement