Kamis 31 Dec 2020 05:21 WIB

Renungan Waketum MUI tentang Pembubaran FPI

Renungan Buya Anwar Abbas soal pembubaran FPI.

Red: Muhammad Subarkah
Sejumlah anggota kepolisian mengimbau warga untuk mencabut bendera bergambar Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab di Jalan Petamburan III, Jakarta, Rabu (30/12). Aparat gabungan dari TNI dan Polri mendatangi kawasan Petamburan III untuk mencabut sejumlah atribut FPI pasca pembubaran organisasi tersebut oleh pemerintah. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah anggota kepolisian mengimbau warga untuk mencabut bendera bergambar Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab di Jalan Petamburan III, Jakarta, Rabu (30/12). Aparat gabungan dari TNI dan Polri mendatangi kawasan Petamburan III untuk mencabut sejumlah atribut FPI pasca pembubaran organisasi tersebut oleh pemerintah. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, -- Berikut ini kami muat secara utuh tulisan Wakil Ketua Umum MUI sekaligus Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas. Isinya tulisan yang dikirimkan ke redaksi pada Rabu sore kemarin (30/12) berisi renungannya ketika mencermati fenomena pembubaran FPI oleh pemerintah pada jam sebelumnya oleh pemerintah.

Tulisan itu diberi judul dengan memakai huruf besar: 'PEMBUBARAN FPI DAN GAGASAN EMAS DEWAN KERUKUNAN NASIONAL DARI JOKOWI'.

Berikut tulisan Buya Anwar tersebut selengkapnya:

-----------

Setelah mendengar penjelasan dari pihak pemerintah berarti Front Pembela Islam (FPI) sebagai ormas dan organisasi sudah tidak boleh lagi melakukan kegiatan di dalam wilayah republik Indonesia.

Pertanyaan saya seberapa berbahayakah FPI ini dilihat oleh pemerintah ? Apakah kehadiran FPI itu mengancam eksistensi bangsa karena dia mau mengganti Pancasila dan UUD 1945 ?

Saya rasa FPI tidak hendak merubah pancasila dan UUD1945. Malah bagi Habib Rizieq Shihab selaku Imam Besar dari FPI tersebut disertasi yang sedang dipersiapkannya adalah tentang Pancasila.

Jadi kalau begitu kesimpulan saya pelarangan FPI tidak bersifat idiologis. Kalau tidak bersifat idiologis maka berarti  kehadiran FPI tidak akan mengancam dan akan  merusak  eksistensi bangsa.

Kalau begitu apa kira-kira dosa dan kesalahan dari FPI? Diantaranya yang saya dengar adalah :

Pertama  FPI itu sudah tidak memiliki legal standing sejak tanggal 20 juni 2019. Kalau seperti itu mengapa pemerintah tidak panggil saja itu  FPI supaya mereka mengurus kembali legal standingnya.

Kedua, FPI itu sering melakukan sweeping. Pertanyaannya apa yang dia sweeping dan kapan dia baru turun melakukan sweeping ? 

Saya dengar FPI itu melakukan sweeping setelah laporannya tentang masalah pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu   kepada pihak penegak hukum tidak kunjung mendapatkan respons dan tindak lanjut.

Kalau memang seperti itu pihak  penegak hukum  hendaknya bersifat responsif dan cepat tanggap sehingga tindakan-tindakan sweeping  tersebut tidak terjadi.

Ketiga, FPI sering menyebar kebencian mungkin maksudnya kepada pihak pemerintah  yang disampaikannya  lewat pertemuan-pertemuan yang mereka laksanakan.

Yang menjadi pertanyaan saya kebencian apa yang mereka sampaikan? Apakah mereka menghasut rakyat untuk melawan pemerintah? Kalau benar, maka hal ini tentu jelas tidak baik.

Tetapi yang menjadi pertanyaan saya mengapa mereka sampai melakukan hal demikian?

Saya dengar mereka hendak melakukan revolusi akhlak, yaitu ingin merubah sikap dan perilaku dari oknum-oknum pemerintah serta berbagai anak bangsa ke arah yang lebih baik supaya praktik-praktik tidak terpuji seperti KKN dan abuse of power misalnya bisa diberantas.

Jika demikian halnya  Pak jokowi juga mengusung hal yang sama yang beliau sebut dengan  revolusi mental. Oleh karena itu menurut saya persoalan FPI ini bukanlah termasuk persoalan yang benar-benar pokok dan penting tetapi lebih banyak menyangkut hal-hal yang terkait dengan metode dan teknis yaitu tentang bagaimana caranya kita mengisi dan menegakkan pancasila dan uud 1945.

Oleh karena itu, menurut saya, karena negara ini adalah negara demokrasi di mana setiap orang dijamin haknya untuk berkelompok dan  mengeluarkan serta menyampaikan pendapatnya, maka langkah yang terbaik dilakukan oleh pemerintah bukan MEMUKUL dengan membubarkannya. Namun, dengan MERANGKUL  dengan mengajak mereka untuk bermusyawarah dan berdialog.

Ini karena biasanya kalau ada perbedaan,  misalnya  antara FPI dengan pemerintah maka menurut saya sesuai dengan semangat yang ada dalam Pancasila terutama sila ketiga dan keempat yaitu untuk terjaga dan terpeliharanya persatuan dan kesatuan sebagai bangsa. Dan di dalam di dalam sila keempat kita diingatkan untuk bermusyawarah.

Maka  dari kedua sila ini kita bisa menarik kesimpulan bahwa pesan yang sangat kuat yang harus kita perhatikan adalah kita harus mengedepankan pendekatan musyawarah dan dialog terlebih dahulu dari pada pendekatan hukum dan pendekatan keamanan.

Di sinilah saya melihat ide dan gagasan presiden Jokowi untuk membentuk DEWAN KERUKUNAN NASIONAL yang pernah beliau gagas sewaktu dalam pemerintahan beliau dalam periode pertama sangat relevan untuk diaktifkan.

Tujuannya  untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa yang ada karena lewat dewan ini kita akan bisa  temukan suatu dialektika di mana ada tesa dan anti tesa sehingga kita bisa membuat  syntesa yang baik bagi bangsa ini kedepannya.

Cuma sayang GAGASAN EMAS  dari presiden ini tidak mendapat perhatian serius dari orang-orang di sekitar beliau sehingga terjadilah masalah bubar-membubarkan.

Cara ini menurut saya selain tidak cocok dengan nilai-nilai demokrasi juga kurang pas dengan budaya bangsa kita yang lebih mengedepankan musyawarah mufakat dalam mengatasi masalah.

Apaagi karena cara-cara musyawarah dan dialog ini menurut saya  jauh lebih terhormat dan mendukung bagi tegak dan terciptanya rasa persatuan dan kesatuan diantara kita sesama  warga bangsa. Apalagi negeri ini oleh para pakar dunia sudah diprediksi akan menjadi salah satu negara adikuasa di mana indonesia akan menjadi salah satu negara  terbesar keempat PDBnya di dunia tahun 2040-2050.

Oleh karena itu negara ini diperkirakan 20 tahun mendatang akan menjadi negara besar dan  maju.

Nah, dalam soal ini saya teringat nasihat dari Ibnu Khaldun seorang sosiolog besar islam dan dunia. Dia mengatakan suatu bangsa akan bisa besar dan maju kalau persatuan dan kesatuan serta kerukunan dan rasa kebersamaan di antara warga bangsanya kuat. 

Di sinilah saya melihat penting dan perlunya kita sebagai bangsa mendorong Presiden jokowi untuk mengaktifkan kembali secara serius dan ber sungguh-sungguh gagasan beliau tentang DEWAN KERUKUNAN NASIONAL tersebut agar kita bisa menyelesaikan masalah bangsa yang kita hadapi  dengan baik.

Mengapa? Ini karena dengan cara itulah  saya yakin  semua anak bangsa yang sama-sama merasa bertanggung jawab untuk memajukan negeri ini  akan merasa terhormat dan dihormati serta  tidak ada yang merasa disakiti dan tersakiti.

Alhasil kemudian nantipersatuan dan kesatuan serta rasa kebersamaan di antara kita bisa tegak seperti yang telah diamanatkan dan diharapkan oleh konstitusi. 

 --------

Anwar Abbas

  1. Pengamat sosial ekinomi dan keagamaan.
  2. Anak bangsa yang mendambakan persatuan dan kesatuan  agar  negaranya menjadi negara maju yang adil dan beradab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement