REPUBLIKA.CO.ID, Setiap pergantian tahun, Zikir Nasional kerap dihelat Harian Republika. Almarhum Arifin Ilham memegang peran penting dalam menyiram jiwa-jiwa para jamaah dengan zikirnya yang khas. Pada Rabu, 22 Mei 2019, ulama pemersatu umat itu telah wafat. Republika.co.id menyajikan kenangan semasa hidup Arifin Ilham yang pernah direkam di Dialog Jumat Republika, edisi Jumat, 31 Mei 2019.
_________
Semasa hidupnya, Ustaz Arifin Ilham dikenal dengan zikirnya yang khas. Almarhum selalu menyerukan masya rakat agar selalu mengingat Allah atau berzikir sekaligus meng inisiasi gerakan zikir di sejumlah daerah.
Salah satu peninggalan besarnya, yakni Majelis az-Zikra. Majelis tersebut rutin menggelar zikir bersama. Ustaz Arifin Ilham memimpin langsung zikir yang senantiasa didatangi puluhan ribu jamaah tersebut. Sahabat Ustaz Arifin Ilham sekali gus salah satu pengurus Majelis az- Zikra yaitu Ustaz Muhammad Abdul Syukur bercerita, kegiatan zikir Ustaz Arifin berawal dari Depok, Jawa Barat.
Ustaz Syukur, sapaan akrabnya, berkisah, almarhum sempat koma selama 21 hari pada 1997. Dalam keadaan sekarat, ia ditunggu di masjid dengan banyak jamaah berpakaian putih. Mereka menyambutnya seraya berkata 'itu imam kita'. "Beliau didaulat maju ke depan memimpin zikir hingga tubuhnya tertelan bumi la lu ke luar lagi," tuturnya kepada Republika, belum lama ini.
Sejak itu, Ustaz Arifin membentuk majelis zikir. Sebelumnya dakwah Ustaz Arifin hanya berupa ceramah. Menurut Ustaz Syukur, zikir me rupakan perintah Alquran. Lewat zikir, jamaah pun diajak aktif mengingat Allah. Hati mereka dipersatukan. "Karena orang lagi haus spiritual, sementara kalau mendengar ceramah ada kemungkinan perbedaan dan perdebatan," kata Ustaz Syukur menjelaskan.
Pada awalnya, zikir bersama dilaku kan setiap Sabtu pada waktu Subuh di masjid. Almarhum pun mengajak Ustaz Syukur membuat Majelis az-Zikra. "Sehingga, kegiatan zikir menjadi Ahad pertama setiap bulan dan itu konsisten dari awal," ujar dia.
Ustaz Syukur menyatakan, Ustaz Arifin tidak pernah meninggalkan majelis tersebut sejak buka pertama kali hingga wafat. Kalaupun berhalangan, posisinya digantikan oleh ustaz lainnya. Salah satunya, yakni Ustaz Syukur. "Awal Januari lalu saya diminta gantikan beliau (pimpin zikir). Lalu, sekitar Februari, Maret, April, beliau sempat pimpin zikir dan kita dampingi," kata Ustaz Syukur.
Meski kini Ustaz Arifin telah tiada, kegiatan Majelis az-Zikra harus tetap dilanjutkan. Zikir harus terus bergema. Menurut Ustaz Syukur, pesan almarhum adalah dakwah harus terus berjalan. Karena itu, almarhum kerap melakukan kaderisasi untuk perjuangan tersebut. Almarhum mengamanahkan agar Pesantren az- Zikra diurus secara baik dan terus dikembangkan. Selain itu, pria yang lahir di Banjarmasin tersebut juga berpesan supaya pembangunan pesan tren dan Masjid az-Zikra di Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, diselesaikan." Pesantren dan Masjid az- Zikra di Gunung Sindur kan belum tuntas. Jadi, beliau amanahkan agar selesaikan pembangunan itu," ujar Ustaz Syukur.
Ustaz Asep Saefulloh, salah satu pemimpin zikir di Majelis az-Zikra, menambahkan, Masjid az-Zikra pertama kali dibangun di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Masjid itu dibangun karena jamaah zikir semakin banyak. Namun, masjid yang didirikan almarhum pada 1998 di Depok, yakni Masjid al-Amru bit-Taqwa, tidak lagi cukup menampungnya.
"Beliau dengan beberapa sahabat melobi Pemerintah Libya waktu itu sehingga Masjid az-Zikra di Sentul tersebut awalnya bernama Masjid Muammar Qaddafy karena dana untuk membangunnya dari Pemerintah Libya, tapi tanahnya memang milik az-Zikra," kata Ustaz Asep.
Setelah Muammar Qaddafy wafat, Majelis az-Zikra berdiskusi dengan dewan syariah serta beberapa penasihat. Mereka bersepakat agar nama masjid diganti menjadi az- Zikra. Berikutnya, almarhum kembali menginisiasi pembangunan masjid di wilayah Gunung Sindur.
Geliat zikir Ustaz Arifin Ilham kian menggema dalam perhelatan "Dzikir Nasional Republika". Agenda akhir tahun ini merupakan ide dari Ustaz Arifin. Acara tersebut pertama kali digelar pada 2002.
Wartawan senior Republika Irwan Kelana mengungkapkan, ketika itu malam tahun baru identik dengan hura-hura. Masyarakat menghabiskan waktu untuk berpesta di Ibu Kota. Apakah itu di Ancol atau Taman Mini. "Ustaz Arifin punya gagasan dengan Wakil Direktur Republika saat itu memberikan alternatif kepada masyarakat agar malam tahun baru tidak hanya diisi hiburan atau hedon, tetapi sesuatu bersifat renungan," tutur dia.
Ketika Dzikir Nasional Republika diadakan pertama kali, sekitar jam 12 kurang sudah selesai. Para jamaah yang mengenakan baju putih-putih pulang, lalu turut mewarnai jalan yang penuh suara terompet di manamana.
Selain memberikan alternatif kegiatan tahun baru yang bermanfaat, Dzikir Nasional Republika juga digelar demi menjaga persatuan. "Ada napas persatuan di sana, misalnya, kita kombinasikan penceramahnya, ada dari NU, Muhammadiyah, pejabat pemerintah, dan lainnya. Jadi, penceramahnya dari beberapa tokoh, lalu zikirnya dipimpin Ustaz Arifin Ilham," kata Irwan menjelaskan.
Menurut dia, gagasan Dzikir Nasional tersebut sangat mahal. Meski bukan Tahun Baru Hijriyah, momentum perenungan tetap perlu dilakukan saat tahun baru Masehi.
Kepergian Ustaz Arifin Ilham memang menjadi satu kehilangan bagi Dzikir Nasional Republika. Mes ki demikian, Irwan menjelaskan, kegiat an besar ini akan terus dilanjutkan. "Dzikir Nasional sudah menjadi brand Republika. Selama ini ikonnya Ustaz Arifin, maka harus tetap berlanjut, tinggal formatnya nanti kita sesuaikan," ujar dia.