REPUBLIKA.CO.ID, Duarte Barbarosa, seorang pegawai pos dagang Portugis di Cannanor di Malabar menyebut sebuah pulau yang lebih kecil dari Jawa. Lewat bukunya yang ditulis pada 1518, Livro, Barbarosa menyebut pulau itu dengan nama Cinboaba. Tanahnya subur dan kaya dengan berbagai jenis bahan makanan. Tapi, raja dan penduduknya masih menyembah berhala.
Dilansir dari Jurnal Lektur Keagamaan Kemenag, pulau itu kemudian dikenal dengan nama Sumbawa. Berdasarkan laporan Duarte tersebut, Kuperus berkesimpulan jika pada awal abad ke-16 agama Islam belum mendapatkan tempat di Sumbawa. Penulis buku Sumbawa Pada Masa Dulu Lalu Manca menjelaskan, agama Islam dibawa ke Sumbawa oleh para mubaligh Arab dari Gresik sambil berniaga. Salah seorang di antaranya adalah Syekh Zainul abidin, salah seorang murid Sunan Giri. Jika benar, nama Syekh Zainul Abidin mengingatkan kita pada Sultan Zainal Abidin (1486-1500). Dialah raja Ternate yang dianggap benar-benar memeluk agama Islam.
Syekh Zainal Abidin dikenal pernah belajar agama di Pesantren Giri. Di Jawa, dia dipanggil Raja Bulawa (Raja Cengkih) karena membawa cengkih dari Maluku sebagai persembahan. Sekembalinya dari Jawa, Zainal Abidin membawa seorang mubaligh bernama Tuhu Bahalul. Tidak tertutup kemungkinan, dalam perjalanan pulang ke negerinya (Ternate), mereka singgah di Sumbawa untuk menyebarkan agama Islam.
Di dalam Babad Lombok disebutkan jika pembawa agama Islam ke Pulau Lombok adalah Sunan Prapen Putra Susuhunan Ratu dari Giri, Gresik. Sunan Prapen mengislam kan penduduk Lombok lewat satu ekspedisi militer. Setelah berhasil mengislamkan Lombok, Sunan Prapen melanjutkan perjalanan ke Pulau Sumbawa mengislamkan Taliwang, Seran, dan Bima. H J de Graaf menjelaskan, jika informasi dalam Babad Lombok itu benar maka peristiwa itu berlangsung pada masa pemerintahan Sunan Dalem di Giri, Gresik, yakni antara 1506-1545.
Mengacu pada Babad Lombok dan berita Duarte Barbarosa, agama Islam datang ke Tanah Sumbawa dari Gresik antara 1518- 1545. Selain dari Jawa, Islam dibawa dari Sulawesi Selatan oleh orang-orang Bugis dan Makassar. Islam hadir baik lewat perang maupun cara damai. Salah satu di antaranya, yakni lewat perkawinan antara elite politik di Sumbawa, baik di Kasultanan Bima maupun di Kasultanan Sumbawa.
Dalam Kronik Gowa disebutkan bahwa Bima, Dompu, dan Sumbawa ditaklukkan oleh Karaeng Matoaya, Raja Tallo. Dia merupakan perdana menteri Kerajaan Goa. Kerajaan ini empat kali mengirim ekspedisi militer ke Bima, dua kali ke Sumbawa, dan satu kali ke Dompu, Kengkelu (Tambora) dan Papekat. Pengiriman ekspedisi Kerajaan Goa berlangsung pada 1619.
Usai ekspedisi tersebut, perjanjian Tanah Goa dan Tanah Sumbawa berlangsung usai Perang Sariyu. Dalam perjanjian itu, Raja Sumbawa dengan suka rela mengucap dua kalimat syahadat di hadapan Raja Goa, Tuminang Riagamana dengan syarat adat dan rapangnya tidak diganggu atau dirusak. Peristiwa itu disaksikan Menteri Tetelu, Rangga Kiku, Nene Kalibelah, dan semua pejabat Kerajaan Sumbawa.