Ahad 03 Jan 2021 19:43 WIB

Perajin: Harga Kedelai Makin Tak Wajar 

Pasokan kedelai tidak langka, hanya saja harganya membumbung.

Rep: Uji Sukma Medianti/ Red: Fuji Pratiwi
Pekerja memproduksi tempe di Bekasi, Jawa Barat, Ahad (3/1). Sejumlah produsen tahu dan tempe menyatakan, pasokan kedelai tidak langka, hanya saja harganya naik signifikan dari biasanya naik Rp 1.000 hingga Rp 1.500 per kg kini naik Rp 9.000 per kg.
Foto: Fakhri Hermansyah/ANTARA
Pekerja memproduksi tempe di Bekasi, Jawa Barat, Ahad (3/1). Sejumlah produsen tahu dan tempe menyatakan, pasokan kedelai tidak langka, hanya saja harganya naik signifikan dari biasanya naik Rp 1.000 hingga Rp 1.500 per kg kini naik Rp 9.000 per kg.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Sejak tiga hari terakhir, tahu dan tempe menghilang dari tengah masyarakat. Hal ini dipicu mogok produksi para produsen lantaran tingginya harga bahan baku kedelai. 

Baca Juga

Salah satunya, dialami oleh para produsen tahu di Gang Mawar, Kelurahan Margahayu, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat. Pengusaha tempe  bernama Parjo (35 tahun), menuturkan, kenaikan harga kedelai memang wajar terjadi.

Hal itu ia sebut sebagai peristiwa yang lumrah terjadi. Akan tetapi, ia tidak menyangka jika pada akhir tahun lalu harga kedelai naik secara signifikan.

"Kalau naik biasanya ya hanya Rp 1.000 atau Rp 1.500. Sekarang tuh naiknya sampai Rp 9.000," kata Parjo saat ditemui Republika di lokasi, Ahad (3/12).

Parjo mengaku sudah puluhan tahun berjualan tempe di pabrik rumahan milik keluarganya itu. Dia tahu persis harga kedelai memang selalu fluktuatif. 

Namun, menurutnya, kenaikan harga kedelai saat ini membuat para pedagang menjerit sehingga harus menaikkan harga jual kepada pelanggan mereka. 

"Normalnya itu Rp 7.000 per kilogram. Sekarang sudah Rp 10 ribu per kilogram sejak satu bulanan yang lalu. Sejak mau tahun baru," tutur dia.

Sementara itu, Asep (25 tahun), mengatakan, pabrikan rumahan yang berada di gang sempit itu biasa memproduksi enam kwintal kedelai untuk diolah menjadi tempe. Belakangan ini, pabrikan rumah tersebut harus mengeluarkan modal Rp 6 juta untuk tiga kwintal kedelai.

"Total di sini bisa dua kwintal per hari. Per kwintal sekarang bisa Rp 1 jutaan modalnya. Kita biasanya dua kwintal, dua juta. Kalau tempe itu ngolahnya harus tiga kali, jadi dikalikan tiga saja," kata Asep menjelaskan.

Sejatinya, kata Asep, stok kedelai di pasar tidaklah langka. Hanya saja, harganya terlalu membumbung dari waktu ke waktu. Rata-rata toko menjual harga secara seragam. 

Sehingga, hal itu membuat keuntungan para pengusaha tempe seperti dirinya semakin tergerus. Di sisi lain, mereka tak bisa menaikkan harga secara langsung kepada para pelanggan.

"Paling Rp 1.000 atau Rp 2.000 naiknya. Kalau (harga jualnya) ketinggian enggak dibeli, kena dampaknya di sini, tambah bubar langganan," kata Asep.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement