REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Fanatik merupakan salah satu perilaku yang harus dihindari oleh Muslim. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, fanatik adalah teramat kuat (tentang kepercayaan atau keyakinan) terhadap suatu ajaran, seperti politik dan agama.
Pakar Tafsir Alquran asal Indonesia, Prof. M. Quraish Shihab mengatakan fanatik adalah suatu keterikatan. Perilaku fanatik bisa dinilai baik atau buruk, buruk jika sudah berlaku tidak adil kepada orang lain.
“Jadi fanatik itu buruknya bukan pada keterikatan seseorang kepada agama. Kalau keyakinan membuat kita berlaku tidak adil, itu yang buruk. Dalam Alquran dikatakan begini, sampaikanlah wahai Nabi Muhammad kepada non-Muslim : kami (kaum Muslimin) atau kamu wahai non-Muslim, boleh jadi dalam kebenaran, boleh jadi juga dalam kesesatan,” kata Quraish Shihab dalam video bertajuk Fanatisme : Jangan berlebihan terhadap Hal Apapun Termasuk Agama di kanal Youtube Najwa Shihab.
Allah berfirman dalam urat Saba’ ayat 25 :
قُلْ يَجْمَعُ بَيْنَنَا رَبُّنَا ثُمَّ يَفْتَحُ بَيْنَنَا بِٱلْحَقِّ وَهُوَ ٱلْفَتَّاحُ ٱلْعَلِيمُ
Qul yajma’u bainanā rabbunā ṡumma yaftaḥu bainanā bil-ḥaqq, wa huwal-fattāḥul-‘alīm. “Katakanlah, “Kamu tidak akan dimintai tanggung jawab atas apa yang kami kerjakan dan kami juga tidak akan dimintai tanggung jawab atas apa yang kamu kerjakan.”
Menurut Quraish, ayat tersebut menjelaskan setiap orang silahkan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh agama dan pikirannya. Setiap orang harus mengakui itu yang benar dan masuk dalam keyakinan diri tidak dalam keyakinan orang lain. Jadi, tidak bisa diputuskan siapa yang benar atau salah, karena keputusan tesebut ada pada Tuhan di akhirat nanti.
“Nabi pernah berucap, bantulah saudaramu baik dia benar maupun dia menganiaya. Lalu sahabatnya tanya, “Bagaimana wahai Nabi? Kalau yang teraniaya wajar, kalau yang menganiaya apa kita juga harus bantu?” Lalu nabi menjawab, “Bantulah dia dengan luruskan dia, jangan biarkan dia melakukan penganiayaan,” ujar dia.
Lebih lanjut, Quraish mengatakan ciri-ciri orang fanatik, seperti mereka yang merasa pendapatnya benar dan menyalahkan orang lain sampai memaki atau menilai orang tersebut sudah masuk neraka. Mereka juga termasuk orang suka mengkafirkan orang lain. Sebab, perbedaan pendapat itu wajar tapi tidak harus bertentangan.
“Kita berkeyakinan penuh dalam hati tapi di luar beri toleransi. Agama tidak mengajarkan berlebih-lebihan,” ucap dia.
Allah berfirman dalam surat Al-An’am ayat 108 :
وَلَا تَسُبُّوا۟ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَيَسُبُّوا۟ ٱللَّهَ عَدْوًۢا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِم مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
Wa lā tasubbullażīna yad'ụna min dụnillāhi fa yasubbullāha 'adwam bigairi 'ilm, każālika zayyannā likulli ummatin 'amalahum ṡumma ilā rabbihim marji'uhum fa yunabbi`uhum bimā kānụ ya'malụn. “Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.”