REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Para perajin tempe di Kecamatan Wonocolo, Surabaya, mengeluhkan harga kedelai impor yang terus mengalami lonjakan, seiring terjadinya kelangkaan. Tingginya harga kedelai diakui turut menghambat produksi tempe. Bahkan, ada beberapa perajin tempe yang terpaksa meliburkan produksi untuk sementara waktu.
"Ya sambat (mengeluh), kami prihatin juga, karena kebutuhan dan keperluan kan tetap berjalan. Naiknya kan juga tidak sedikit. Sekarang Rp 9.000 lebih (per kilogram)," kata Koordinator Paguyuban Tempe Wonocolo Surabaya, Sunoto (57), Senin (4/1).
Noto menjelaskan, biasanya harga kedelai impor berada di kisaran Rp 7.500 per kilogram. Saat ini, harga per kilogramnya Rp 9.500. Hal ini, diakuinya sangat memberatkan karena menambah biaya produksi. Sementara pihaknya tidak bisa menaikkan harga tempe karena khawatir pelanggannya akan kabur.
"Kalau tiba-tiba menaikkan harga pasti pembeli akan lari dan banyak pelanggan yang kabur," ujar Noto.
Untuk menyiasatinya, kata Noto, ia bersama teman-temannya terpaksa memperkecil ukuran. Meskipun, ada juga sebagian perajin yang terpaksan menaikkan harga. Noto berharap, pemerintah bisa mencari solusi untuk menekan harga kacang kedelai yang merupakan bahan dasar pembuatan tempe.
"Harapan dari saya dan semua teman-teman itu harga kedelai ya turun, yang pasti tidak memberatkan pedagang dan pembeli. Karena lonjakan harga yang terlalu tinggi, jadi kita kuwalahan untuk menjualnya. Jadi ya seperti kerja bakti, ya pok (balik modal saja)," ujarnya.