REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan menggunakan data uji klinis vaksin Sinovac yang dilakukan di Turki dan Brazil sebagai bahan pertimbangan penerbitan Emergency Use Authorization (EUA) atau izin edar sementara di Indonesia. EUA dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan fatwa halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dibutuhkan karena program vaksinasi dimulai pertengahan Januari 2021 atau pekan depan.
Meski pemerintah belum mengantongi EUA BPOM dan fatwa halal, vaksin Covid-19 dari Sinovac sudah mulai didistribusikan ke berbagai daerah. “Tentu ini menunggu daripada EUA dari BPOM dan juga terkait dengan kehalalan. Data akan digunakan mulai data Turki, data Bandung, dan data yang diberikan secara scientific dari Brazil, dan juga dari Sinovac,” kata Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto saat konferensi pers usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (4/1).
Selain itu, pemerintah juga terus mempersiapkan pengadaan berbagai vaksin baik AstraZeneka, Novavax, maupun Gavi. Airlangga mengatakan, meski program vaksinasi akan segera berjalan, masyarakat dimintanya agar terus konsisten menjalankan protokol kesehatan dengan ketat.
“Bapak Presiden tentu berharap kegiatan vaksinasi atau kedisiplinan masyarakat harus berjalan seiring karena seluruhnya itu dengan vaksinasi tetap kedisiplinan masyarakat harus tetap dijaga,” ujarnya.
Vaksinasi yang akan dilakukan terhadap 182 juta penduduk ini membutuhkan waktu hingga 15 bulan. Program ini akan dijalankan dalam dua tahap.
Tahap pertama yakni akan dilaksanakan pada Januari hingga April 2021 kepada 1,3 juta tenaga kesehatan dan 17,4 juta petugas publik di seluruh daerah. Kemudian tahap kedua akan digelar dari April 2021 hingga Maret 2022 kepada masyarakat lainnya.