REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim advokasi Habib Rizieq Shihab mengajukan tujuh permohonan kepada hakim tunggal praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Empat permohonan paling krusial yaitu menyangkut soal pencabutan penetapan tersangka, upaya penangkapan serta penahanan, dan memohon agar hakim memerintahkan kepolisian menghentikan perkara terkait kasus kerumunan dan pelanggaran protokol kesehatan yang menyasar Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) tersebut.
"Memohon agar hakim praperadilan, memerintahkan termohon (Polri), untuk menerbitkan surat perintah penghentian perkara (SP3)," kata anggota tim pengacara Muhammad Kamil Pasha saat membacakan permohonan praperadilan di PN Jaksel, Senin (4/1).
Dalam memori permohonan, tim pengacara mengatakan, adanya rangkaian, tahapan penyelidikan, penyidikan, sampai pada penetapan tersangka terhadap Habib Rizieq yang menyimpang. Kamil menerangkan, terutama menyangkut penggunaan Pasal 160 KUH Pidana.
Kamil melanjutkan dalam proses penyelidikan, maupun penyidikan, Habib Rizieq sama sekali tak pernah menjalani proses hukum terkait dengan tuduhan pasal penghasutan. Pada tahap penyelidikan, kepolisian Polda Metro Jaya, hanya memberitahukan tentang proses penyelidikan perkara, menyangkut Pasal 93, dan Pasal 9 UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, serta Pasal 216 KUH Pidana.
Pasal-pasal dalam pemberitahuan tersebut, menyangkut soal kerumunan massal saat Habib Rizieq menggelar pernikahan putrinya, dan hajatan Maulid Nabi Muhammad, pada Sabtu (14/11) di Petamburan. "Namun tiba-tiba, dalam penyidikan, diselipkan Pasal 160 KUH Pidana yang sebelumnya tidak terdapat dalam tahap penyelidikan," ujar Kamil.
Perbedaan tuduhan antara proses penyelidikan, dan penyidikan tersebut, dikatakan Kamil semestinya sinkron, dan konsisten. Sebab itu, tim pengacara meminta hakim agar menganulir dua surat perintah penyidikan terhadap Habib Rizieq. Yaitu, SP.Sidik/4604/XI/2020/Ditreskrimum bertanggal 26 November, dan SP.Sidik/4735/XII/2020/Ditreskrum bertanggal 9 Desember 2020. Karena dikatakan Kamil, adanya dua dasar penyidikan yang berasal dari satu proses penyelidikan yang berujung pada inkonsistensi penegakan hukum.
"Meminta hakim praperadilan, menyatakan penyidikan yang dilaksanakan, oleh termohon, terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam penetapan tersangka terhadap diri pemohon (Habib Rizieq) dalam Pasal 160 KUH Pidana, dan Pasal 93 UU 6/2018, dan Pasal 216 KUH Pidana adalah tidak sah, dan tidak berdasar atas hukum," kata Kamil.