Senin 04 Jan 2021 18:58 WIB

Parosmia, Gejala Baru Covid-19 Terkait Kemampuan Membaui

Penelitian di luar negeri, 50-70 persen pasien Covid-19 alami parosmia.

Red: Indira Rezkisari
Pasien OTG COVID-19 saat beraktivitas di balkon kamar isolasinya di Graha Wisata Ragunan, Jakarta. Ada sejumlah gejala yang bisa menjadi identifikasi penyakit virus corona baru, salah satu yang terbaru terkait indera penciuman yaitu parosmia.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pasien OTG COVID-19 saat beraktivitas di balkon kamar isolasinya di Graha Wisata Ragunan, Jakarta. Ada sejumlah gejala yang bisa menjadi identifikasi penyakit virus corona baru, salah satu yang terbaru terkait indera penciuman yaitu parosmia.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Adysha Citra Ramadhani, Antara

Kehilangan kemampuan membaui atau anosmia merupakan salah satu gejala paling menonjol dari Covid-19. Kini parosmia yang juga berkaitan dengan kemampuan membaui menjadi gejala Covid-19 baru.

Parosmia adalah gejala gangguan penciuman yang membuat seseorang merasa membau secara berbeda dari yang seharusnya. Dokter Spesialis Telinga, Hidung, Tenggorokan dan Kepala Leher (THT-KL) Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM dr. Anton Sony Wibowo, Sp.T.H.T.K.L.,M.Sc., FICS menyebutkan penyakit parosmia sebagai gejala baru yang perlu diketahui.

Parosmia berbeda dengan anosmia. "Pasien dengan parosmia mempersepsikan bau yang tidak sesuai dengan kenyataannya," kata dia, Senin (4/1).

Anton mencontohkan, bunga mawar yang seharusnya berbau harum, tetapi pasien mempersepsikan dengan bau yang lain. Misalnya bau tidak enak atau bau lainnya.

Persepi bau yang muncul akibat parosmia, kata dia, beragam. Hal itu berbeda dengan gangguan penciuman cacosmia yang membuat seseorang membau tidak enak secara terus menerus.

Dosen FKKMK UGM ini mengatakan gejala parosmia cukup banyak dijumpai pada pasien Covid-19 di luar negeri. Dalam beberapa penelitian di luar negeri, menurut dia, diketahui kemunculan parosmia cukup banyak, yakni berkisar antara 50,3-70 persen. Sementara di Indonesia penelitian terkait parosmia belum banyak dilakukan.

Ia menjelaskan parosmia dapat terjadi pada pasien Covid-19 akibat virus SARS Cov-2 mempengaruhi jalur proses penciuman seseorang. Hal tersebut bisa dari reseptor saraf penciuman (saraf kranial 1), saraf penciuman, atau sampai dengan pusat persepsi saraf penciuman.

Selain akibat virus, kemunculan parosmia juga disebabkan oleh hal yang beragam. Beberapa di antaranya infeksi saluran pernapasan atas, cidera kepala, atau kelainan otak, seperti tumor otak.

Lebih lajut Anton menjelaskan gangguan penciuman akibat infeksi virus Covid-19 tidak hanya berupa hilangnya kemampuan membau atau anosmia yang telah muncul di awal pandemi dan kini parosmia. Namun, terdapat beberapa gangguan penciuman lain, salah satunya hyposmia berupa menurunnya kemampuan mendeteksi bau. Lalu, cacosmia yang menjadikan seseorang secara terus menerus mencium bau yang tidak menyenangkan.

"Pada infeksi Covid-19 terdapat gangguan penciuman atau yang dikenal dengan dysosmia yang bisa berupa anosmia, parosmia, hyposmia maupun cacosmia," kata dia.

Untuk mengatasi parosmia, latihan khusus dapat membantu penderita mendapatkan kembali kemampuan penciuman mereka dengan lebih cepat. Peneliti Carl Philpott dari Norwich Medical School di University of East Anglia, seperti dilansir WebMD, mengatakan individu dengan anosmia atau parosmia dinilai dapat terbantu oleh sebuah latihan penciuman khusus. Hal ini diungkapkan oleh Philpott dan tim peneliti melalui jurnal The Laryngoscope.

Studi ini melibatkan lebih dari 140 orang yang mengalami anosmia atau parosmia. Mereka diminta untuk menjalani latihan penciuman selama periode studi berlangsung. Hasil studi menunjukkan bahwa latihan penciuman dapat membantu para partisipan mendapatkan kembali kemampuan penciumannya dengan lebih cepat.

"Latihan ini bertujuan untuk membantu pemulihan berdasarkan neuroplastisitas, kemampuan otak untuk mengatur ulang dirinya sendiri untujk mengompensasi perubahan atau cedera," pungkas Philpott.

Untuk melakukan latihan penciuman ini, cium setidaknya empat bau yang berbeda dua kali per hari. Lakukan latihan ini setiap hari selama beberapa bulan. Beberapa objek berbau yang bisa dimanfaatkan untuk latihan adalah eukaliptus, lemon, mawar, kayu manis, cokelat, kopi, anggrek, madu, stroberi, dan daun herbal timi atau tyhme.

Studi ini memang dilakukan sebelum pandemi Covid-19 terjadi. Para partisipan yang terlibat bukan mengalami anosmia atau parosmia akibat Covid-19. Akan tetapi, tim peneliti menilai temuan mereka juga dapat membantu pasien-pasien yang mengalami anosmia atau parosmia akibat Covid-19.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement