Senin 04 Jan 2021 19:12 WIB

Dewan Pers: Dualitas Media Massa Harus Beriringan

Media massa saat ini menghadapi krisis akibat disrupsi digital dan pandemi Covid-19.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo menjadi narasumber dalam acara diskusi webinar di Jakarta, Senin (4/1). Diskusi dalam rangka memperingati ulang tahun Republika ke-28 tersebut mengangkat tema
Foto: Prayogi/Republika
Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo menjadi narasumber dalam acara diskusi webinar di Jakarta, Senin (4/1). Diskusi dalam rangka memperingati ulang tahun Republika ke-28 tersebut mengangkat tema

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo mengatakan dualitas pers atau media massa, yakni sebagai institusi sosial dan institusi ekonomi, harus berjalan beriringan. Tidak mungkin salah satu berjalan dengan mengabaikan yang lain. 

Agus mengatakan, sebagai institusi sosial, media massa memiliki kewajiban menghadirkan  jurnalisme yang bermartabat untuk menopang ruang publik yang demokratis dan deliberatif. Sementara sebagai institusi ekonomi, media harus jadi entitas ekonomi yang secara bisnis solid berkembang dan menguntungkan. 

Baca Juga

Agus mengatakan, tidak mungkin media massa itu dapat mengemban peran sebagai institusi sosial dengan benar dan memadai kalau tidak laik sebagai institusi ekonomi. Begitu juga sebaliknya, media massa tidak seharusnya hanya mengejar nilai dan motif ekonomi dengan  mengabaikan keberadaannya sebagai institusi sosial.

"Sekali lagi media adalah dualitas, dua duanya harus berjalan seiring. Ini sesuai dengan posisi perusahaan media massa di UU pers mengatakan media massa atau perusahaan pers itu dualitas antara institusi sosial dan ekonomi, dualitas ya, bukan dualisme, dualitas A sekaligus B, jadi sebagai institusi sosial sekaligus ekonomi," ujar Agus dalam Webinar Ultah Republika ke-28 bertajuk 'Menguatkan Jurnalisme, Menguatkan Bangsa', Senin (4/1).

Agus menilai, dua hal tersebut harus dipenuhi media massa karena berpengaruh terhadap profesionalisme media massa maupun wartawan. Apalagi di tengah krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Menurutnya, profesionalisme harus dipahami dari dua sisi yakni, bagaiamana wartawan bisa menjalankan profesi jurnalistik dengan benar dan berpedoman kode etik jurnalistik. Dari sisi material, wartawan mendapat penghargaan profesional yang layak dan memadai sesuai dengan jerih payah.

"Jadi penghargaan ekonomi imbalan gaji yamg memadai sesuai dengn karya yang telah ditelurkannya, jadi profesionalisme dilihat dua sisi, idealisme bagaimana good jurnalism dipraktekkan, tapi juga dari sisi material," ujarnya.

Namun, Agus mengatakan persoalan yang dihadapi media saat ini yakni menghadapi himpitan dua krisis yakni akibat disrupsi digital dan pandemi Covid-19. Ia mengatakan, disrupsi digital membuat media massa mengalami krisis eksistensi karena sharing konten antara publisher dan platform digital atau mesin pencari dan medsos, belum menghasilkan data transparan. 

Selain itu, budaya berbagi secara online (free online culture) juga makin menipiskan penghargaan terhadap hak cipta dan pekerjaan profesional termasuk profesionalisme media. "Mudah kita menemukan tiap hari di WA grup ada sebagian besar dengan tanpa dosa membagikan konten media secara free kepada siapapun, itu media mendapatkan income dari mana, nggak ada penghargaan berita sebagai hak cipta dan karya profesionalisme dari wartawan, ini free online culture ini jadi problem," ujarnya.

Sementara itu, ia mengatakan, krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 menyebabkan daya hidup media massa merosot tajam, yang berakibat ke perampingan manajemen, PHK, dan media kehilangan wartawan terbaiknya dan wartawan lepas kehilangan pekerjaan. Ia mengatakan, di tengah kondisi menjadi korban krisis pandemi Covid-19, media juga harus menjadi garda terdepan dalam penanganan pandemi.

Sebab, banyak negara menunjukan keberhasilan pandemi ditunjukan dengan keberhasilan berkomuikasi dengan publik melalui media konvensional. "Dalam posisi unik ini, sebagai korban pandemi sekaligus garda terdepan penanganan pandemi sangat dibutuhkan kedewasaan dan kebesaran hati pers nasional yang bener bener diuji," kata dia.

Karena itu, Dewan Pers menilai perlu ada saling dukung antara pers dan negara. Ia menekankan, insentif ekonomi kepada industri media saat ini sangat penting, tidak hanya dalam konteks pandemi Covid-19 tetapi juga investasi jangka panjang. 

Sebab, ia mengatakan, menyelamatkan pers sama artinya menyelamatkan demokrasi di Indonesia. "Negara bantu pers untuk menghidupkan pers tapi pers juga bantu negara untuk menangani pandemi Covid-19 dalam menjalankan fungsi informasi." 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement