REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Andi Irfan Jaya membantah membuat "action plan" untuk terpidana kasus korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra, sekaligus menjadi perantara penerima uang suap untuk jaksa Pinangki Sirna Malasari.
"Ketika saya dituduh melakukan kejahatan dengan membuat 'action plan' maka saya tegaskan kembali, demi Allah, Tuhan Yang Maha Segalanya, itu bukan saya dan tidak mungkin orang dengan kualifikasi dan kualitas seperti saya ini mampu membuat perencanaan terkait langkah hukum sebagaimana yang telah disampaikan dalam persidangan ini," kata Andi Irfan Jaya membacakan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (4/1).
Dalam perkara ini Andi Irfan Jaya dituntut 2,5 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti membantu penerimaan suap jaksa Pinangki Sirna Malasari sebesar 500 ribu dolar AS (sekitar Rp7,28 miliar). Andi Irfan juga disebut terlibat dalam permufakatan jahat untuk memberikan uang kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung sebesar 10 juta dolar AS (sekitar Rp145,6 miliar).
"Nalar saya hingga hari ini sangat sulit untuk menerima pendapat beberapa saksi yang menuduh saya membuat action plan terlebih saya berada di antara 2 orang doktor ilmu hukum yang berprofesi di bidang hukum juga sementara saya hanya alumni S1 jurusan pendidikan seni musik yang berprofesi sebagai pengusaha kuliner," ujar Andi Irfan.
Selanjutnya terkait pemberian dan penerimaan uang, Andi Ifran kembali menegaskan bahwa ia sama sekali tidak pernah menerima satu sen pun.
"Baik dari bapak Djoko Tjandra maupun dari seseorang bernama Herriyadi Angga Kusuma yang bahkan namanya tidak pernah dibahas panjang dalam persidangan. Jangankan menerima uang dari Heryadi, bertemu pun tidak pernah. Jangankan bertemu, berkomunikasi pun tak pernah. Jangankan berkomunikasi, saling kenal pun tidak. Jangankan kenal, saya bahkan baru mendengar namanya saat diperiksa sebagai tersangka untuk terakhir kali," jelas Andi Irfan.