REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terkait proses penerbitan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 12 Tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan. Kali ini, Edhy diperiksa dengan status sebagai saksi.
"Edhy Prabowo digali pengetahuannya terkait proses penyusunan dan penerbitan Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020 tentang Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2020 pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan di Wilayah Negara Republik Indonesia," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin (4/1).
KPK pada hari ini memeriksa Edhy dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT) dan kawan-kawan terkait penyidikan kasus suap izin ekspor benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Selain itu, KPK juga memeriksa dua saksi lainnya untuk tersangka Suharjito dan kawan-kawan, yaitu karyawan swasta Untyas Anggraeni dan wiraswasta Bambang Sugiarto.
"Dikonfirmasi terkait keikutsertaan perusahaan saksi sebagai salah satu eksportir benih lobster yang mendapatkan rekomendasi," ungkap Ali.
KPK juga mendalami dari pemeriksaan dua saksi itu soal adanya dugaan pertemuan di Gedung KKP, Jakarta untuk mengkondisikan nilai fee yang akan diberikan ke berbagai pihak diantaranya tersangka Edhy Prabowo bersama tim. KPK total menetapkan tujuh dalam tersangka kasus tersebut, yaitu Edhy Prabowo (EP), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (due diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM), Amiril Mukminin (AM) dari unsur swasta/Sekretaris Pribadi Edhy.
Selanjutnya, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Suharjito (SJT). Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar. Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy dan istrinya Iis Rosita Dewi, Safri serta Andreau.
Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta diantaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy. Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.