REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono kembali bercerita mengenai kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI). Kali ini, ia menjelaskan sosok petinggi JI yang diberi gelar Amir, yaitu Parawijayanto alias alias abang, alias Aji Pangestu, alias Abu Askari alias Ahmad Fauzi Utomo.
Menurutnya, yang bersangkutan merupakan Amir terlama, yakni selama satu dasawarwa lebih memimpin JI. Parawijayanto diangkat menjadi Amir menggantikan posisi Zarkasih, alias Sahroni alias mbah yang ditangkap tim Densus 88 Polri pada medio 2015.
“(Parawijayanto) pemimpin tertinggi JI 2008-2019. Sebelum menjadi Amir, PW memegang jabatan Qoid Waqalah. PW memiliki territorial di Jawa Tengah dan mengelola personel JI di Jawa Tengah," kata Argo dalam jumpa pers di Bareskrim, Senin (4/1).
Argo menjelaskan, saat memegang tabuk kepemimpinan JI, Parawijayanto berfokus membangun organisasi dengan kegiatan dari dakwah ke dakwah, serta merekrut anggota baru. Ia juga membuat terobosan baru yang disebut 'tastos', yaitu sebuah konsep buat bertahan hidup agar tetap eksis dan tidak tertangkap oleh pihak kepolisian.
“Tastos yang dibagun berisi SOP untuk menjaga keamanan dan pertahanan agar tidak tertangkap dan melaksanakan survive,” Argo menambahkan.
Di bawah kepemimpinan Parwijayanto, JI mengubah sasaran aksi, yaitu ke Suriah, Yordania dan Palestina. Kemudian, JI juga ingin memiliki kontribusi dan bergabung dengan organisasi teroris di Timur Tengah.
Karena itu, ia mengatakan, anggota JI yang diberangkatkan ke ini berbekal ilmu bela diri dan ketangkasan setara atlet. Mereka yang diberangkatkan berasal dari generasi muda yang mempunyai kadar intelegensi dan fisik mumpuni.
“(Mereka) yang dikirim ke Suriah Itu memiliki paket lengkap. Paket lengkap yakni memiliki kemampuan bela diri, ahli IT, keahlian medis, ahli bahasa, ahli manajemen untuk mengurus logistik dan bagaimana pergeseran anggota di sana, baik transportasi, dan tempat tinggal,” kata Argo.
Alhasil, ia mengatakan, kualitas kader muda JI ini diakui oleh teroris di Suriah. Bahkan, sebagian sampai menjadi pelatih untuk kelompok teroris besar, seperti fraksi jihad ISIS, Tahrir Al-Syam, dan Jabah Nusrah.
Sebelum diberangkatkan, mereka juga diharuskan meninggalkan surat wasiat. Sepanjang 2013-2018, sudah ada tujuh angkatan dari kader santri muda ini yang dididik dan diberangkatkan untuk menjadi teroris.
“Surat wasiat dipegang Amir. Seandainya mati akan ditunjukkan ke keluarganya. JI akan memberikan santunan ke keluarga anggota muda yang mati syahid di sana," kata Argo.
BACA JUGA: Ternyata, Masih Banyak Warga di Kota Surabaya Tinggal di Kolong Jalan Tol