REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Harga keledai yang melonjak membuat para perajin tempe dan tahu di Kota Tasikmalaya mengalami kesulitan. Mereka mengaku tak bisa menaikkan harga jual tempe dan tahu lantaran para konsumen pasti akan mengeluh. Sebagai gantinya, mereka memperkecil ukuran produksi.
Salah seorang perajin tempe di Kampung Sukamaju, Kelurahan Panglayungan, Kecamatan Cipedes, Aep Saepudin (30 tahun) mengatakan, harga kedelai mengalami kenaikan sejak sebelum tahun baru. Awalnya harga kedelai berada di angka Rp 8.000 per kilogram. Namun saat ini, harga bahan baku utama tempe meningkat menjadi Rp 9.000 per kilogram.
Alhasil, lelaki yang bekerja sendirian itu memperkecil produksi tempenya. Sementara harga jual tetap sama dengan yang sebelumnya. "Harga jual tetap variatif. Di sini antara Rp 3.000 - Rp 6.000 per bungkus," kata dia ketika didatangi Republika.co.id, Selasa (5/1).
Aep mengatakan, para perajin tempe tak bisa menaikkan harga jual. Sebab, jika harga jual dinaikkan, tak akan ada orang yang membeli tempe. Sebagai gantinya, mau tak mau ukuran tempe diperkecil.
Ia mengaku tak mengetahui penyebab melonjaknya hanya kedelai. Menurut dia, dari agen memang sudah tinggi harganya.
"Mungkin dari sananya, soalnya kan kedelai mah impor dari Amerika. Barang mah tidak langka. Hanya harganya saja naik," kata dia.
Di Kampung Sukamaju, Kelurahan Panglayungan, Kota Tasikmalaya, tak hanya ada satu perajin tempe. Di lingkungan itu, terdapat puluhan tempat yang memproduksi tempe. Para perajin tempe yang lain juga mengeluhkan hal serupa, mengenai tingginya harga kedelai.