REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Prof Al Makin merupakan salah seorang guru besar filsafat yang berlatar belakang santri.
Dia adalah anak dari seorang kiai langgar di Bojoegoro yang bernama KH Rohani. Saat masih kecil, dia pun mengaji di bawah bimbingan ayahnya langsung.
Menginjak usia remaja, Al Makin kemudian dikirim ke Pondok Pesantren Adnan Al Charish, bagian dari Pesantren Abu Dzarrin, Kendal, Bojonegoro.
Di sanalah dia mulai belajar ilmu tata bahasa Arab, seperti i’lal, jurumiyah, imriti, dan juga kitab Tafsir Jalalain. Dia juga banyak mempelari kitab-kitab klasik lainnya.
Setelah itu, Al Makin melanjutkan pendidikannya ke UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan mengambil jurusan tafsir dan hadits. Pada saat itu, dia juga sambil belajar bahasa Inggris dan kerap membaca buku-buku bahasa Inggris.
“Saya baca buku-buku dalam bahasa Inggris jauh lebih bagus dan lebih dalam, sehingga saya ingin ke luar negeri. Dan alhamdulillah doanya dikabulkan,” ujarnya, sebagaimana dikuti dari dokumentasi Harian Republika.
Setelah lulus pada 1995, dia pun melanjutkan S2 ke McGill University Kanada. Di sana dia meneruskan bidang tafsir dengan tesis tentang Sayyid Qutb, seorang ulama Mesir.
Sedangkan S3-nya dia tempuh di Universitas Heidelberg, Jerman dan menulis disertasi tentang kemunculan Islam dan situasi Jazirah Arab abad tujuh Masehi.
Di luar negeri, Al Makin tidak hanya belajar, dia juga bekerja sebagai peneliti dan dosen tamu di Jerman, Singapura, Australia, dan Amerika. Dia pun banyak berjumpa dengan para ilmuan dari berbagai negara di dunia.
“Mereka sama seperti para ilmuan di era Daulah Abbasiyah dan Umayyah, mereka total, mereka mendapatkan support, mereka orang ikhlas yang mendedikasikan hidupnya untuk ilmu pengetahuan dan itu yang harus kita tiru di Indonesia,” kata alumni MAPK Jember ini.
Sepak terjang Al Al Makin di sunia akademik semakin cemerlang. Dia dikukuhkan sebagai guru besar filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada 2018 lalu dengan pidatonya yang berjudul “Bisakah Menjadi Ilmuwan di Indonesia? Keilmuan-Birokrasi dan Globalisasi”.
Tak lama kemudian, dia pun diangkat sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada 10 Juli 2020 lalu. Sebagai rektor, Al Makin pun berkomitmen untuk mendukung para dosen dan seluruh civitas akademika di kampusnya untuk terus mengembangkan ilmu pengetahuan Islam.
“Semboyan saya kan ‘UIN Sunan Kalijaga untuk Bangsa, UIN Sunan kalijaga Mendunia’. Artinya, ilmu pengetahuan pendidikan yang kita lakukan ini untuk perbaikan bangsa dan seluruh dunia. Karena tidak mungkin menghindari globalisasi saat ini,” kata Al Makin.
Dia pun berpesan kepada para ilmuan muda di Indonesia untuk tidak ragu-ragu mengembangkan ilmu pengetahuan. Karena, menurut dia, nasib bangsa dan nasib manusia itu juga ada di ilmu pengetahuan.
“Jika kita tidak mempelajari imu pengetahuan ya kita akan tertindas. Selamanya akan menjadi konsumen. Jadi ilmu pengetahuan merupakan esensi daya hidup dari manusia dan bangsa,” tutupnya.