REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengatakan tindakan kebiri kimia sebagai hukuman tambahan bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak harus dipandang sebagai bagian dari rehabilitasi. "Perlu diyakini bahwa tindakan kebiri kimia adalah untuk mencegah pelaku melakukan kejahatan yang sama. Itu justru bagian dari rehabilitasi, sebuah bentuk pengobatan," kata Kak Seto, panggilan akrabnya, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (5/1).
Kak Seto mengatakan tindakan kebiri kimia memiliki jangka waktu tertentu serta tidak mematikan dorongan seksual sama sekali. Tindakan kebiri kimia berhubungan dengan masalah psikologis agar pelaku kekerasan seksual terhadap anak tidak kembali melakukan kejahatan yang sama.
Menurut Kak Seto, tindakan kebiri kimia kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak perlu dipandang bukan semata-mata sebagai hukuman, yaitu membalas kejahatan dengan melakukan kejahatan. "Tindakan kebiri kimia itu merupakan bagian dari rehabilitasi agar pelaku tidak mengulangi kembali kejahatannya," tuturnya.
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak. Peraturan tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Menurut Peraturan tersebut, tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi akan dilakukan petugas yang memiliki kompetensi di bidangnya atas perintah jaksa. Peraturan tentang Kebiri Kimia juga mengamanahkan Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Kementerian Sosial untuk menyusun peraturan menteri yang berisi tata cara dan prosedur teknis pelaksanaan tindakan kimia kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi, dan pengumuman identitas pelaku.