REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak melonjak hampir lima persen pada akhir perdagangan Selasa (5/1) atau Rabu (6/1) pagi WIB. Lonjakan harga minyak di pasar global ini menyusul kebijakan Arab Saudi yang akan melakukan pemotongan sukarela untuk produksi minyaknya di tengah ketegangan politik internasional membara atas penyitaan sebuah kapal Korea Selatan oleh Iran.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret terangkat 2,51 dolar AS atau 4,9 persen, menjadi menetap di 53,60 dolar AS per barel. Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) berakhir 2,31 dolar AS atau 4,9 persen lebih tinggi pada 49,93 dolar AS per barel.
Arab Saudi akan melakukan pengurangan produksi minyak sukarela tambahan sebesar satu juta barel per hari (bph) pada Februari dan Maret. Pemotongan tersebut merupakan bagian dari kesepakatan untuk membujuk sebagian besar produsen dari grup yang terdiri atas Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya untuk mempertahankan produksi stabil di tengah kekhawatiran bahwa penguncian baru virus corona akan menekan permintaan.
OPEC dan sekutunya yang secara luas dikenal sebagai OPEC+, pada Selasa (5/1) sepakat untuk sedikit meningkatkan produksi pada Februari dan Maret.
Sebagian besar produsen OPEC+ akan mempertahankan produksi stabil dalam menghadapi penguncian baru Virus Corona dan dua anggota, Rusia dan Kazakhstan, akan diizinkan untuk meningkatkan produksi mereka dengan gabungan 75 ribu barel per hari (bph) pada Februari dan 75 ribu barel per hari lebih lanjut pada Maret, menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh kelompok tersebut pada akhir pertemuan menteri pertama tahun ini.
"Arab Saudi meletakkan ceri di atas kue dan jika ada satu cara untuk menggambarkan apa arti pemotongan sukarela bagi pasar, happy hour adalah istilah yang cukup pas," kata Kepala Pasar Minyak Rystad Energy, Bjornar Tonhaugen.