REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Lebih dari 50 aktivis demokrasi Hong Kong ditangkap atas dugaan pelanggaran undang-undang keamanan nasional. Penangkapan ini merupakan penindakan terbesar terhadap oposisi dengan menggunakan undang-undang baru tersebut.
Pada Rabu (6/1) Partai Demokrasi dan stasiun televisi RTHK melaporkan penangkapan itu dilakukan terhadap tokoh-tokoh demokrasi terkenal seperti mantan anggota parlemen James To, Lam Cheuk-ting, dan Lester Shum. Polisi belum menanggapi permintaan komentar.
Di halaman Facebooknya, Partai Demokrasi mengatakan polisi menangkap para aktivis itu karena berpartisipasi dalam pemungutan suara tahun lalu untuk memiliki anggota legislatif secara demokratis. Saat itu pemerintah Hong Kong dan Beijing memperingatkan kemungkinan mereka melanggar hukum yang baru.
Pemilihan legislatif dijadwalkan pada September tapi ditunda dengan alasan risiko virus corona. Partai Demokrasi mengatakan upaya mereka meraih mayoritas 70 kursi di badan legislatif kota dianggap 'aksi subversi, melanggar keamanan nasional'.
Jika para kandidat itu menang, maka mereka bisa menghalangi proposal pemerintah dan meningkatkan tekanan pada reformasi demokrasi. Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional di bekas koloni Inggris itu pada Juni tahun lalu.
Undang-undang itu menghukum orang yang dianggap melakukan subversi, suseksi, terorisme, dan berkolusi dengan pasukan asing dengan penjara seumur hidup. Negara Barat dan organisasi kemanusiaan mengecam undang-undang tersebut.
Pemerintah Hong Kong dan Beijing mengatakan undang-undang itu penting untuk menutupi celah dalam pertahanan kota yang terlihat dalam unjuk rasa anti-pemerintah yang berlangsung selama berbulan-bulan pada 2019 lalu.