REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pinangki Sirna Malasari mengungkapkan alasan Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra kembali ke Indonesia. Hal tersebut Pinangki ungkapkan dalam sidang lanjutan dirinya selaku terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6/1) .
Dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan di Kejaksaan Agung tersebut menyebut alasan Djoko Tjandra kembali lantaran sudah tidak lagi mendapat dukungan dari pemerintah Malaysia. Ia mengaku mendapatkan informasi tersebut dari saksi Rahmat yang merupakan seseorang yang memperkenalkan Pinangki dengan Djoko Tjandra.
"Berdasarkan keterangan saudara Rahmat yang sudah kenal Djoko Tjandra lebih dahulu, Djoko Tjandra rencana akan serahkan diri ke Indonesia, karena sudah tidak didukung politik oleh pemerintah Malaysia," ujar Pinangki.
Mendapat informasi tersebut, Pinangki mengaku langsung memiliki inisiatif untuk memperkenalkan Anita Kolopaking kepada Djoko Tjandra. "Saya inisiatif kenalkan Anita Kolopaking untuk jadi penasihat hukum dalam proses penyerahan diri Djoko Tjandra tersebut pada tanggal 12, 19, dan 25 November," tutur Pinangki.
Pinangki pun mengakui pergi ke Malaysia untuk menemui Djoko Tjandra. Pinangki berangkat ke Malaysia bersama Anita Kolopaking, Andi Irfan Jaya, dan Rahmat.
Pinangki mengaku tiga kali berangkat ke Malaysia, yakni pada 12 November 2019, 19 November 2019, dan 25 November 2019. Namun, ia mengaku tak memiliki kepentingan untuk bertemu Djoko Tjandra.
"Keberangkatan saya ke Malaysia untuk memperkenalkan pengacara Anita Kolopaking kepada Djoko Tjandra," kata Pinangki.
Dalam persidangan hari ini, Jaksa KMS Roni sempat menanyakan kepada Pinangki apakah sempat melaporkan kepada jaksa eksekutor terkait keberadaan Djoko Tjandra. Pinangki langsung menjawab, bahwa dirinya sudah melaporkan keberadaan Djoko Tjandra kepada Kasi Uheksi bernama Aryo, pada November 2020.
"Saudara paham betul bahwa Djoko Tjandra hanya tinggal eksekusi badan, pada waktu itu saudara melaporkan, paling tidak menyampaikan jaksa eksekutor?" tanya Jaksa.
"Memang dari Direktorat Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi (Uheksi) sudah memantau keberadaan Djoko Tjandra di Malaysia. Tapi karena proses hubungan politis bilateral, MLA, jadi harus ada proses lain. Mereka sudah memantau keberadaan Djoko Tjandra tapi. Nah, pada bulan November saya sampaikan, saya tunjukan foto-fotonya (Djoko Tjandra) ke Aryo selaku Kasi Uheksi tersebut," jawab Pinangki.
"Kenapa saudara sampaikan ke Aryo?" cecar Jaksa.
"Karena rencana awal kalaupun harus dieksekusi kan eksekusi harus dari dia karena saya tidak tahu jaksa eksekutornya siapa," terang Pinangki.
"Kemudian sekitar 2020 saya mendapat informasi, Juni kalau tidak salah, ada laporan teman-teman wartawan bahwa Djoko Tjandra mengajukan PK. Saya WA ke Aryo, saya sampaikan ke dia, Mas Aryo ini kok ada orang ngajukan PK tapi orangnya tidak lapor Kejaksaan, tidak hadir, apa itu tidak masalah," tambah Pinangki.
Menurut Pinangki, saat itu Aryo mengatakan akan melaporkan ke Direktoratnya. "Ternyata kata Aryo dari institusi sudah memantau keberadaan dia. Jadi sudah tahu duluan, bukan saya yang melaporkan. Dan saya tidak tahu kalau Jaksa sudah tahu tanpa saya infokan itu, " terang Pinangki lagi.
Dalam perkara ini, Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan berlapis. Dakwaan pertama, Pinangki didakwa telah menerima suap 500 ribu dolar AS dari 1 juta dolar AS yang dijanjikan oleh Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra selaku terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Dalam dakwaan kedua, Pinangki didakwa Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sementara dakwaan ketiga yakni tentang untuk pemufakatan jahat, Pinangki didakwa melanggar Pasal 15 Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP.