REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Inggris, Prancis dan Jerman menyatakan keprihatinan mereka atas langkah Iran yang melanjutkan pengayaan uranium hingga 20 persen. Langkah yang dilakukan di fasilitas Fordow itu, dipandang tiga negara Eropa tersebut sebagai upaya menghancurkan peluang berdiplomasi, khususnya, di bawah Biden sebagai presiden AS terpilih.
Organisasi Energi Atom Iran mengonfirmasi, ada pengayaan uranium di Pabrik Pengayaan Bahan Bakar Fordow. Kapasitas yang mencapai 20 persen itu, diketahui melanggar batas yang ditetapkan kesepakatan nuklir pada 2015 lalu yang hanya 3,6 persen.
Menurut Iran, langkah itu dilakukan sebagai tanggapan atas pembunuhan ilmuwan nuklir Iran Mohsen Fakhrizadeh. Menanggapi pernyataan Iran itu, tiga negara Eropa membuat pernyataan bersama.
"Kami sangat prihatin dengan dimulainya Iran pada tanggal 4 Januari melakukan pengayaan uranium hingga 20 persen di fasilitas bawah tanah Pabrik Pengayaan Bahan Bakar Fordow. Tindakan ini, yang tidak memiliki justifikasi sipil yang kredibel dan membawa risiko terkait proliferasi yang sangat signifikan. Ini, jelas merupakan pelanggaran terhadap komitmen Iran di bawah Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPoA) dan selanjutnya mengosongkan Perjanjian," bunyi pernyataan bersama itu dikutip Sputnik Rabu (6/1).
Ketiga negara tersebut menyatakan, keputusan Teheran berisiko mengorbankan peluang penting untuk kembali ke diplomasi dengan Pemerintahan AS di waktu yang akan datang.
"Kami sangat mendesak Iran untuk menghentikan pengayaan uranium tanpa penundaan, membalik program pengayaannya ke batas yang disepakati dalam JCPoA, dan menahan diri dari langkah-langkah eskalasi lebih lanjut yang selanjutnya akan mengurangi ruang bagi diplomasi yang efektif," lanjut mereka.